JAKARTA - Tetsuya Yamagami, tersangka pelaku penembakan hingga tewas mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe tahun lalu, telah menjalani dakwaan pada Hari Jumat.
Kantor Kejaksaan Nara mengatakan dalam sebuah pernyataan, pihaknya mendakwa Yamagami atas tuduhan pembunuhan dan pelanggaran undang-undang senjata api, usai penembakan Abe saat memberikan pidato kampanye di kota tersebut pada 8 Juli 2022.
Pengadilan Distrik Nara mengonfirmasi mereka telah menerima surat dakwaan tersebut, melansir CNN 13 Januari.
Sebelumnya, Yamagami telah menjalani evaluasi psikiatri atau kejiwaan di Nara sejak penangkapannya tahun lalu, untuk menentukan apakah dia sehat secara mental untuk diadili, lapor lembaga penyiaran publik NHK, menambahkan evaluasi masa penahanannya berakhir pada Hari Selasa.
Terpisah, dokter mengatakan peluru yang membunuh mendiang Abe "cukup dalam untuk mencapai jantungnya" sehingga dikatakan perdana menteri terlama Jepang tersebut meninggal karena pendarahan hebat.
Pembunuhannya di siang bolong mengejutkan dunia dan mengirimkan gelombang kejut ke seluruh Jepang. Para pemimpin dunia menyampaikan belasungkawa, sementara ribuan pelayat berkumpul di jalan-jalan Tokyo untuk memberikan penghormatan. Pemakaman kenegaraan untuk Abe pada Bulan September.
Yamagami dilaporkan menyimpan dendam terhadap Gereja Unifikasi karena memiskinkan keluarganya, dengan mengatakan Gereja membujuk ibunya untuk menyumbangkan sekitar 100 juta yen, dan menyalahkan Abe karena mempromosikan organisasi keagamaan tersebut, seperti mengutip Reuters.
Gereja Unifikasi didirikan di Korea Selatan pada tahun 1954 dan terkenal dengan pernikahan massalnya, mengandalkan pengikut Jepangnya sebagai sumber pendanaan utama.
BACA JUGA:
Pembunuhan itu menyoroti bukti untuk mengungkapkan hubungan yang dalam dan lama antara gereja dan anggota parlemen Partai Demokratik Liberal (LDP) yang berkuasa di Jepang.
LDP telah menyangkal adanya hubungan organisasi dengan gereja tersebut, tetapi mengakui banyak anggota parlemen memiliki hubungan dengan kelompok agama tersebut.
Pada Bulan November, Jepang meluncurkan penyelidikan ke gereja yang dapat mengancam status hukumnya setelah pembunuhan Abe.