Bagikan:

JAKARTA - DPR menggelar rapat paripurna Pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2022-2023 usai menjalani masa reses selama tiga minggu.

Rapat paripurna perdana pada tahun 2023 ini, dipimpin Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel. Didampingi Wakil Ketua DPR lainnya, Sufmi Dasco Ahmad, Lodewijk Paulus, dan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.

Tercatat rapat paripurna pembukaan masa sidang kali ini hanya dihadiri secara fisik sebanyak 23 anggota DPR. Tidak termasuk Ketua DPR Puan Maharani.

"Menurut catatan dari Setjen DPR RI, daftar hadir pada permulaan Rapat Paripurna DPR RI hari ini telah ditandatangani oleh hadir fisik 23, virtual 140, izin 129, dan jumlah 302 orang dari 575 anggota DPR RI," ujar Gobel dalam rapat paripurna, Selasa, 10 Januari.

Meski hanya 23 anggota dewan yang datang secara fisik, Gobel mengatakan rapat paripurna hari ini dihadiri oleh anggota dari seluruh fraksi DPR.

Gobel pun menggantikan Puan selaku Ketua DPR yang seharusnya membacakan pidato Ketua DPR pada Pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2022/2023.

"Izinkan saya membaca pidato Ketua DPR pada Pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2022/2023 dari atas podium," kata Gobel.

Dalam pidato ketua DPR, Gobel membacakan sejumlah agenda penting dan strategis untuk diselesaikan sesuai fungsi konstitusional DPR. Salah satu yang paling disorot yakni, terkait Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker).

"Pemerintah telah mengeluarkan Perppu Cipta Kerja. Sesuai dengan ketentuan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah tersebut harus dicabut," kata Gobel.

Pemerintah menilai bahwa Perppu tersebut sebagai pelaksanaan atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020, yang mengamanatkan agar dilakukan perbaikan melalui penggantian terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"DPR RI sesuai dengan fungsi konstitusionalnya akan menilai pemenuhan parameter sebagai kegentingan memaksa yang memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dan menilai substansi yang memberikan landasan hukum bagi Pemerintah dan lembaga terkait untuk mengambil kebijakan dan langkah-langkah berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan cipta kerja," demikian Gobel dalam pidatonya.