YOGYAKARTA - Isu adanya rencana pensiun dini massal aparatur sipil negara (ASN) telah menghebohkan para PNS dan PPPK. Program ini bahkan dikabarkan telah masuk dalam satu pasal dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN.
Revisi UU tersebut telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2023. Lebih lanjut, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjelaskan bahwa program pensiun dini bisa diterapkan apabila pemerintah memiliki rencana perampingan organisasi.
Wacana Pensiun Dini Massal PNS Benarkah?
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB), Abdullah Azwar Anas, dengan tegas membantah isu program pensiun dini ASN. Azwar mengungkapkan bahwa program tersebut tidak masuk dalam RUU.
“Jadi sebenarnya itu nggak ada di dalam revisi UU ASN, soal pensiun dini ngga ada,” kata Azwar Anas setelah Rapat Tingkat Menteri (RTM) Penyusunan Perpres tentang Penguatan Pendampingan Pembangunan di Kantor Kemenko PMK, Jakarta (27/12).
Lebih lanjut, Azwar Anas menjelaskan memang ada banyak usulan skenario terkait manajemen ASN. Pensiun dini masuk dalam salah satu usulan yang ia terima. Usulan pensiun dini berhubungan dengan adanya ASN yang produktif dan ada pula yang sebaliknya.
Namun pemerintah tidak bisa memberhentikan ASN secara mudah atau tanpa pertimbangan matang. Dalam kasus ini, berbeda dengan swasta yang bisa menawarkan konsep pensiun dini dengan pemberian pesangon.
“Ini masih ide gagasan dari banyak orang, jadi di revisi UU ASN itu belum ada. Kira-kira begitu,” kata Azwar Anas.
Aturan Pensiun Dini PNS
Aba Subagja selaku Asisten Deputi Perancangan Jabatan, Perencanaan, dan Pengadaan SDM Aparatur KemenPANRB menyampaikan bahwa aturan pensiun dini ASN sebenarnya sudah ada.
Aturan pensiun dini ASN tertulis dalam PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang manajemen ASN. Namun program pensiun dini ini belum ada ketentuan aturannya. Aba menjelaskan PNS bisa mengajukan pensiun dini lantaran penataan organisasi atau memang sudah memenuhi syarat yang diberlakukan dalam PP tersebut.
Pensiun dini dalam konteks adanya penataan organisasi diperbolehkan bagi PNS yang sudah menjalani 10 tahun masa bakti. Sementara apabila pensiun dini diajukan secara mandiri, maka PNS harus memenuhi syarat dalam PP 11/2017. Salah satu syaratnya yaitu berusia minimal 50 tahun dengan masa bakti 20 tahun.
Penilaian ASN
Aba menyampaikan bahwa capaian kinerja menjadi elemen penting dalam penilaian ASN. ASN yang tidak bisa memenuhi capaian kerja maka berpotensi diberhentikan statusnya sebagai abdi negara.
Jika ASN sudah beberapa kali tidak memenuhi capaian kinerja maka akan dikenakan hukuman disiplin. Lalu apabila masih bandel atau mengulanginya maka akan menerima sanksi paling berat, yaitu pemberhentian.
“Jadi, PNS itu sekarang yang dihukum bukan yang nakal-nakal saja. Sudah rajin tapi gak berkinerja kena hukuman juga di dalam PermenPANRB nomor 6/2022,” kata Aba.
Mendapat pertanyaan mengenai pendataan jumlah ASN, Aba menjelaskan bahwa program itu dilakukan untuk mengetahui perkembangan tenaga honorer yang ada di kementerian/lembaga. Saat ini diketahui jumlah ASN mencapai sekitar 2,3 juta. Para tenaga non ASN yang potensial didorong untuk mendaftar sebagai ASN lewat proses rekrutmen resmi.
Selain itu, pendataan juga berguna untuk mengetahui kekurangan dari organisasi ataupun ASN yang ada di sana. Jadi pemerintah bisa mengadakan pengembangan kompetensi ASN dan pelatihan lainnya.
Demikianlah penjelasan mengenai isu wacana pensiun dini massal PNS. Kabar tersebut mendapat banyak tanggapan dari berbagai pihak. Pemerintah diingatkan untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan mengenai kebijakan tersebut.