Bagikan:

JAKARTA - Ketua Bidang Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota Ikatan Dokter Indonesia (BHP2A IDI) Beni Satria mengatakan pembuatan surat keterangan sehat/sakit merupakan kewenangan dokter sesuai profesi dan bidan jika pasien melahirkan di bidan.

“Jadi artinya tenaga kesehatan lain tidak punya kewenangan memberikan surat keterangan, yang boleh bidan, bidan pun mengeluarkan surat keterangan karena pasiennya hamil atau melahirkan di bidan,” ucapnya dalam diskusi mengenai surat sakit online dilansir ANTARA, Selasa, 27 Desember.

Dia mengatakan ketentuan dokter boleh mengeluarkan surat keterangan jelas diatur dalam pasal 35 Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran. Dalam Undang-Undang tersebut juga diatur dokter umum tidak boleh memberikan surat keterangan sakit atau istirahat pasien termasuk sakit gigi.

“Dokter gigi pun memberikan surat keterangan hanya terkait tentang profesinya sebagai dokter gigi karena dia sakit gigi maka dokternya akan memberikan keterangan agar dia istirahat tidak mungkin orang sakit gigi boleh bekerja atau tidak bekerja,” ucapnya.

Dalam mengeluarkan surat keterangan baik sehat maupun sakit, juga harus dibuat berdasarkan dokter yang sudah melihat kondisi pasien yang memang membutuhkan istirahat seperti melahirkan atau tidak bisa melakukan aktivitas fisik tertentu karena tindakan operasi dan ditujukan untuk upaya penyembuhan. 

“Bahwa saat dokter melihat kondisi pasien membutuhkan istirahat maka dokter mengeluarkan surat keterangan untuk agar yang bersangkutan istirahat, jadi bukan diminta pasien,” ucapnya.

Beni mengatakan ada ketentuan etik yang sudah diatur dalam kode etik kedokteran yang mungkin saja bisa dilanggar. Kemudian ada ketentuan displin dokter didalam pelanggaran displin dokter yang mungkin bisa terlanggar termasuk hukum.

Aturan tersebut ada dalam pasal 7 Kode Etik Kedokteran yang melarang dokter mengeluarkan surat keterangan sakit ada atau tidak adanya penyakit sementara dia tidak mengetahui kebenarannya.

“Etik, disiplin, hukum ini lah yang harus dipertimbangkan seorang dokter untuk dia kemudian menerbitkan surat keterangan sakit,” ucap Beni.

Jika dokter sengaja mengeluarkan surat keterangan sakit tanpa adanya pemeriksaan fisik, ada ancaman hukuman penjara paling tinggi empat tahun yang diatur dalam pasal 267 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), termasuk pada pasien yang sengaja menggunakan surat keterangan sakit palsu tersebut.

“Pasien yang menyatakan tidak ada sakit atau seolah-olah sakit ancamannya empat tahun penjara,” kata dia.