Soal Pencopotan Sekda DKI, Ada Potensi Maladministrasi Dilakukan Pj Gubernur Heru dan Mendagri
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. (Biro Pers Setpres-Rusman)

Bagikan:

JAKARTA - Mantan Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho mengungkapkan ada kekeliruan dari keputusan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono yang mencopot Marullah Matali dari jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) DKI.

Teguh memandang, pencopotan jabatan Sekda dan penggeseran jabatan Marullah menjadi Deputi Gubernur Bidang Budaya dan Pariwisata berpotensi menjadi tindakan maladministrasi.

"Ada potensi maladmintrasi yang dilakukan oleh PJ gubernur DKI dalam mutasi Sekda ini karena tidak compliance dengan peraturan perundangan yang berlaku," kata Teguh saat dihubungi, Jumat, 9 Desember.

Peraturan yang dimaksud Teguh adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2008 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Dalam Pasal 132 A Ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa Pj Gubernur dilarang melakukan mutasi pegawai, membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya dan surat edaran sifatnya hanya mengikat secara internal.

Padahal, menurut Teguh, aturan ini diterbitkan salah satunya untuk mencegah Pj kepala daerah untuk mengeluarkan kebijakan di luar kewenangannya. Mengingat, Pj merupakan kepala daerah yang bukan berasal dari proses pemilihan umum.

"Dalam kasus ini. Heru ini PJ bukan pengganti gubernur yang berasal dari wakil gubernur sebelumnya. Khawarirnya, semua Pj bisa menjadi mesin politik untuk mengganti para pejabat di daerah yang memenangkan kandidat tertentu," ujar Teguh.

Memang, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian telah mengeluarkan regulasi baru, yakni Surat Edaran Mendagri Nomor 821/5492/SJ tertanggal 14 September 2022 yang memberikan izin kepada Pj atau Plt untuk mutasi pejabat atau ASN di institusinya.

Namun, menurut Teguh, SE ini juga menabrak regulasi yang ada. Karenanya, Teguh memandang Mendagri Tito juga berpotensi melakukan maladministrasi selain Heru.

"Mendagri berpotensi menjadi pihak yang melakukan mal admintrasi. Sebab, persetujuan tersebut hanya untuk pejabat definitif dari gubernur, bupati, atau wali kota pengganti dari pejabat yang dia gantikan," ungkapnya.

Diketahui, Heru menggeser posisi Marullah dari jabatan Sekda DKI menjadi Deputi Gubernur dalam pelantikan pada Jumat, 2 Desember lalu.

Untuk mengisi kekosongan sementara, Heru melantik Uus Kuswanto menjadi Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah DKI. Rencananya, pengangkatan Sekda DKI definitif diperkirakan bisa terpilih pada akhir Desember 2022 atau awal Januari 2023.