MEULABOH - Bupati Aceh Barat Ramli menentang wacana yang dilempar Menteri Agama Fachrur Razi soal larangan penggunaan niqab/cadar (penutup wajah) di instansi pemerintah. Ramli tegas bilang, penggunaan cadar adalah hak asasi manusia (HAM) umat Islam.
"Kebijakan larangan pemakaian cadar di instansi pemerintah seperti yang disampaikan oleh Menteri Agama Fachrur Razi, sebaiknya ditinjau ulang. Jangan sampai hal ini nantinya menyebabkan kegaduhan baru di tengah masyarakat, khususnya umat Islam," kata Ramli di Meulaboh, Jumat (1/11/2019).
Saran dia, Menteri Fachrur secepatnya melakukan komunikasi atau minta pendapat kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI), organisasi kemasyarakatan Islam, seperti PBNU, Muhammadiyah, dan Perti. Jadi polemik seperti ini dapat diakhiri dan diselesaikan secara bijak.
Apabila polemik ini tidak diselesaikan dengan segera, dikhawatirkan akan menyebabkan gejolak baru di tengah masyarakat, khususnya umat Islam. Hal ini dikhawatirkan akan mengganggu stabilitas nasional.
Ramli menegaskan penggunaan busana muslim disertai cadar bagi muslimah dan penggunaan celana cingkrang oleh laki-laki muslim tidak bisa diidentikkan dengan paham radikal. Soalnya, dalam ajaran agama Islam di Alquran dan hadis sahih, sudah dijelaskan pedoman hidup manusia di muka bumi ini.
Agar pemahaman radikal tersebut tidak menyakiti umat Islam, dia menyarankan Kemenag segera merumuskan atau menetapkan ciri-ciri atau kriteria paham radikal sehingga menjadi jelas dan tidak merugikan umat Islam.
Bahkan, apabila perlu, Kemenag meminta saran, masukan, dan pendapat dari pemuka agama lainnya di Indonesia agar merumuskan paham radikal tersebut seperti apa dan bagaimana cara mengenalinya.
"Agama Islam ini adalah rahmatan lil 'alamiin (rahmat bagi semesta). Di dalam ajaran agama Islam, tidak mengajarkan kebencian, pembunuhan, apalagi permusuhan. Karena agama Islam adalah agama yang penuh perdamaian dan kasih sayang," kata Ramli M.S. menambahkan.
Ketua PCNU Kabupaten Aceh Barat ini sangat setuju dengan sikap pemerintah yang berusaha memberantas paham radikal agar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terus utuh. Namun, dia tidak setuju apabila paham radikal tersebut disudutkan pada salah satu agama saja, misalnya kepada ajaran agama Islam.