JAKARTA - Komisi Yudisial mengusulkan penghapusan Pasal 278 huruf b Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang memuat hukuman pidana bagi setiap orang yang bersikap tidak hormat terhadap hakim atau persidangan.
"Definisi menyerang integritas hakim yang ada di rumusan penjelasan dari Pasal 278 huruf b dengan memberi contoh menuduh hakim bersikap memihak atau tidak jujur, itu menurut KY bisa menjadi ancaman serius bagi pihak-pihak berperkara untuk bersikap kritis terhadap perilaku hakim di persidangan," kata Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Advokasi, Hukum, Penelitian, dan Pengembangan Komisi Yudisial (KY) Binziad Kadafi dilansir ANTARA, Senin, 14 November.
Pasal 278 huruf b memungkinkan pidana denda paling banyak Kategori II kepada setiap orang yang bersikap tidak hormat terhadap hakim atau persidangan, padahal telah diperingatkan oleh hakim atau menyerang integritas hakim dalam sidang pengadilan.
Adapun yang dimaksud dengan bersikap tidak hormat adalah bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang merendahkan martabat hakim dan pengadilan atau tidak menaati tata tertib pengadilan.
Poin yng termasuk dalam menyerang integritas hakim adalah menuduh hakim bersikap memihak atau tidak jujur.
"Hal ini dikhawatirkan dapat menjadi disinsentif pihak-pihak berperkara untuk menindaklanjuti tuduhannya ke dalam laporan masyarakat pada berbagai lembaga pengawas, seperti Komisi Yudisial," ucap Binziad.
BACA JUGA:
Apalagi, kata dia, di beberapa kasus, telah muncul upaya dari hakim yang dilaporkan ke Komisi Yudisial untuk kriminalisasi pelapor dengan laporan pidana.
Dia mengkhawatirkan adanya frasa "menyerang integritas hakim" berikut penjelasannya dalam RUU KUHP akan memfasilitasi digunakannya strategi tersebut, yang pada gilirannya dapat membungkam daya kritis masyarakat terhadap hakim dan pengadilan.
"Oleh karena itu, kami mengusulkan agar rumusan dari Pasal 278 huruf b itu dihapus," kata Binziad.