Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) prihatin dengan maraknya joki skripsi. Mahasiswa yang pakai jasa ini untuk mengerjakan tugas akhirnya dianggap tak jujur.

"Dengan menggunakan joki, mahasiswa sudah melakukan kebohongan dan tidak jujur atas apa yang diperbuat," kata Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 11 November.

Wawan menyebut joki skripsi ini mudah ditemukan di mana-mana. Bahkan, di mesin pencarian seperti Google banyak iklan yang menyediakan jasa ini berikut harganya.

"Sekarang yang terjadi nggak usah capek sekolah karena dapat gelar gampang (dengan jasa joki, red)," tegasnya.

Namun, mahasiswa harusnya sadar joki skripsi sebenarnya bibit dari praktik korupsi. Kata Wawan, tugas akhir seharusnya dikerjakan sendiri karena menjadi tolok ukur kemampuan.

Apalagi menurutnya, bibit korupsi di dunia pendidikan makin masif dan terstruktur. Contohnya, ada penerimaan mahasiswa baru yang menggunakan praktik suap di kampus negeri.

Tak hanya itu, Wawan juga menyinggung ada korupsi dana bantuan sosial sebesar Rp350,5 juta yang menjerat lima mahasiswa. "Hal ini menunjukkan bagaimana korupsi tidak hanya menyasar para petinggi di negeri ini saja melainkan sudah masuk ke lingkungan pendidikan yang seyogianya merupakan zona integritas," tegasnya.

Wawan meminta mahasiswa menerapkan sembilan nilai antikorupsi seperti jujur, disiplin, bertanggung jawab, adil, berani, peduli, pekerja keras, mandiri, dan sederhana. Sehingga, ke depan tak ada lagi mereka yang curang saat menempuh pendidikan dengan menyontek, titip absen, hingga melakukan mark-up uang buku.

Jangan sampai, mahasiswa malah justru nyaman melakukan praktik lancung. "Kalau hal ini dibiarkan dalam kehidupan sehari-hari tentu akan berkembang menjadi suap dan gratifikasi di masa depan. Dua kasus itu memiliki presentase 80 persen dari kasus tindak pidana korupsi yang ditangani oleh KPK," pungkasnya.