Polda Kaltara Tetapkan Pejabat KSOP Tarakan Jadi Tersangka Pemerasan dan Gratifikasi
Direktur Reskrimsus Polda Kaltara Kombes Pol Hendy F. Kurniawan usai memimpin pengeledahan di kantor Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Kota Tarakan, Selasa malam (8/11). ANTARA/Susylo Asmalyah.

Bagikan:

TARAKAN - Polda Kalimantan Utara menetapkan Kepala Seksi Lalu Lintas Angkutan Laut Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Kota Tarakan berinisial IS sebagai dalam kasus pemerasan dan gratifikasi.

"Tersangka berinisial IS terkait dugaan pemerasan dan gratifikasi untuk penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB)," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Kaltara Kombes Hendy F. Kurniawan di Tarakan dilansir ANTARA, Kamis, 10 November.

Pada Rabu (9/11) mulai pukul 18.00 WITA dilakukan gelar perkara Tindak Pidana Korupsi Pemerasan atau Gratifikasi dalam pelaporan Warta Kedatangan dan Warta Keberangkatan Kapal yang berujung penetapan IS sebagai tersangka.

Pada awalnya IS diperiksa sebagai saksi pada saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan di kantor KSOP Kelas III Tarakan pada Selasa (8/11) malam, kemudian ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan keterangan saksi-saksi dan barang bukti yang telah diperoleh penyidik.

Tersangka IS menjalani pemeriksaan di Kantor Pengamanan Obyek Vital Nasional (Pamobvitnas) Polda Kaltara di Tarakan sejak diamankan pada Selasa malam.

Saat penggeledahan dilakukan, personel dari Ditreskrimsus (Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus) Polda Kaltara terlihat membawa barang bukti satu kardus yang di dalamnya berisi berkas dan mobil dinas Toyota Avanza dengan nomor polisi KU 1127 J.

Kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi yang dilakukan oleh tersangka IS terkait laporan perusahaan pelayaran yang mengeluhkan penerbitan SPB.

SPB secara administrasi dibayar sesuai dengan penerimaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui bank.

IS disangkakan dengan Pasal 12 huruf e subsider Pasal 12 B ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 ayat (1) kesatu KUHPidana.