Bagikan:

SURABAYA - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mencatat sekitar 8.500 rumah di Kota Surabaya mengajukan permintaan jamban. Ribuan rumah tak memiliki jamban itu, lantaran posisinya berada di lahan milik perusahaan.

"Lahan yang ditempati rumah-rumah itu status kepemilikannya adalah miliknya perusahaan seperti PT KAI, Pelindo," kata Kepala DLH Kota Surabaya, Agus Hebi Djuniantoro, Rabu, 2 November.

Agus menganggap wajar jika rumah-rumah itu tak punya jamban layak di rumah masing-masing, lantaran status lahan rumah yang ditempati tak jelas, alias milik perusahaan.

Kebanyakan dari mereka melakukan kegiatan mandi cuci kakus (MCK) di kamar mandi bersama.

"Bisa jadi mereka menggunakan kamar mandi bersama, bahkan mungkin ada yang di sungai," ujarnya.

Karena itu, kata Agus, pihaknya saat ini sedang merubah Peraturan Wali Kota (Perwali), agar rumah-rumah itu bisa memiliki jamban sendiri. Dengan Perwali itu, masyarakat yang rumahnya berada di lahan milik Perusahaan, tetap bisa memiliki jamban.

Menurut Agus, DLH telah memasang 400 jamban di tahun 2020 dan 300 jamban di 2021. Untuk tahun 2023, pihaknya akan berusaha melakukan pengadaan jamban. "Pada tahun ini kita mau rubah Perwalinya, agar semua rumah itu bisa punya jamban," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi C (Bidang Pembangunan) DPRD Kota Surabaya, Aning Rahmawati, menyebut kondisi itu diketahui saat pembahasan Rancangan Anggaran Pembangunan Belanja Daerah (RAPBD) Surabaya 2023.

Maka itu, kata Aning, DLH Surabaya menganggarkan pengadaan 2.000 jamban pada 2023. Penganggaran jamban tersebut jumlahnya lebih banyak jika dibandingkan dengan tahun ini yang hanya 300 jamban. "Hingga saat ini total ada sekitar 8.500 permintaan jamban dari warga Surabaya," kata Aning.