JAKARTA - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan negara-negara anggota G20 dalam pertemuan Third Space Economy Leaders Meeting atau Space20 fokus memanfaatkan teknologi antariksa untuk mengatasi dampak perubahan iklim.
"Kita harus bisa mencegah dampak buruk dari perubahan iklim salah satunya dengan memahami fenomena laut, kita harus mencegah pencemaran dan eksploitasi terlalu banyak di laut," kata Kepala Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN Robertus Heru Triharjanto dalam konferensi pers Space20 di Jakarta dilansir ANTARA, Kamis, 27 Oktober.
Robertus menuturkan teknologi keantariksaan seperti penggunaan satelit bermanfaat untuk memantau dinamika laut yang dapat memengaruhi cuaca dan kenaikan permukaan laut yang menjadi salah satu indikator pemanasan global.
Sebagai bagian dari teknologi antariksa, satelit pengindraan jauh juga dapat digunakan untuk mengamati Bumi, menemukan potensi laut, memantau laut terkait dengan tindakan pencemaran dan eksploitasi berlebihan seperti penangkapan ikan ilegal.
Teknologi antariksa juga berguna untuk pemantauan kekeringan dan peringatan dini, pelacakan emisi gas rumah kaca dan polusi udara, pemantauan penebangan hutan secara ilegal, serta pengamatan perubahan tutupan lahan atau hutan.
BACA JUGA:
Robertus mengatakan Space20 juga membahas pentingnya berbagi data yang dihasilkan dari pemanfaatan teknologi antariksa, seperti hasil pengindraan jauh sehingga semua bisa bersama memahami fenomena perubahan iklim dan mengatasinya.
"Untuk masalah laut kita saling terhubung di dunia ini, jadi tidak hanya mengamati laut kita saja untuk bisa mengetahui fenomena global ini, tapi perlu bagi data kepada mereka secara global yang tidak punya satelit supaya bisa bersama-sama mencari solusi untuk perubahan iklim," tuturnya.
Space20 merupakan upaya kolaborasi internasional negara-negara G20 khususnya dalam bidang antariksa untuk membangun keantariksaan berbasis ekonomi dan lingkungan.