Bagikan:

JAKARTA – Tim penasihat hukum terdakwa Baiquni Wibowo menolak dakwaan jaksa penuntut, dan mengajukan eksepsi dalam sidang hari ini di PN Jaksel, Rabu 26 Oktober. Agenda pembacaan eksepsi akan dibacakan oleh kuasa hukum Baiquni, Junaidi Saibih.

Dalam sidang sebelumnya, Baiquni didakwa menyalin rekaman CCTV mengenai kasus pembunuhan Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Peran Kompol Baiquni itu tertuang dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Sebagaimana dibacakan dalam persidangan hari ini, Junadi mengatakan bahwa terdakwa Baiquni selaku selaku PS Kasubag Riksa Baggak Etika Biro Waprof DivPropam Polri, telah menjalankan kedudukannya dan tindakan yang dilakukannya masih dalam ruang lingkup proses pemeriksaan adminsitrasi negara.

“Tindakan factual yang dilakukan masih dalam ruang lingkup proses pemeriksaan administrasi negara yang untuk itu pengujian tindakan Aquo masih dalam tahap persidangan di PTUN dengan nomor 2/P/PW/2022/PTUN-JKT. Untuk itu dalam hal ini proses pentintutan tergadap tundakan factual tersebut bertentangan dengan asas Presumtio Iustae causa.” kata Junaidi di PN Jaksel, Rabu, 26 Oktober.

Dibacakan dalam persidangan, terdakwa Baiquni selaku bagian dari Divpropam melaksanakan pemantauan, pengawasan dan penerimaan komplain terkait anggota atau PNS Polri yang sedang dalam proses penanganan pelanggaran hukum.

“Mengingat saat saudara terdakwa Baiquni Wibowo melakukan tindakan adalah masih dalam rangka memantau, mengawasi dan menilai apakah terdapat pelanggaran etik dan/atau profesi dalam dua (2) kejadian yaitu kejadian saling tembak sesama anggota Polri yang mengakibatkan kematian Brigadir Nofriansyah Josua Hutabarat dan kejadian dugaan pelecehan terhadap Putri Chandrawati.” lanjutnya.

Tim penasehat hukum Baiquni dengan tegas menyatakan, dakwaan penuntut umum harus dinyatakan batal demi hukum karena tidak lengkap dalam menguraikan fakta hukum.

“Terkait dokumen elektronik yang ditonton adalah salinan dari rekaman CCTV dan sama sekali tidak menguraikan kecocokan antara salinan rekaman CCTV dengan rekaman asli yang berada dalam DVR CCTV, sehingga berakibat bahwa bukti salinan rekaman tersebut tidak dapat dijamin keotentikan dan keutuhan karena tidak pernah dicocokan dengan rekaman asli yang terdapat dalam DVR CCTV.

Kemudian, ditegaskan juga oleh Junaedi, bahwa selanjutnya pemeriksaan perkara aquo yang dilaksanakan tanpa didahului oleh pengujian tindakan administrasi pejabat pemerintah terdakwa Baiquni terlebih dahulu melalui Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).