BPOM Dalami Temuan EG dan DEG Lebihi Ambang Batas di Beberapa Produk
Kepala BPOM Penny K. Lukito (tengah) dan Guru Besar Sekolah Farmasi ITB Rahmana Emran Kartasasmita (kanan) dalam konferensi pers di Jakarta/ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito mengatakan, pihaknya akan mendalami temuan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) melebihi ambang batas di beberapa produk obat sirop.

"Pertanyaan tentang apakah mungkin karena bahan bakunya berubah dan lain sebagainya. Itu akan menjadi tahapan pendalaman kami tentang sebabnya, kenapa sampai sekarang ada kadar konsentrasi pencemar sampai di produk yang melebih ambang batas," kata Kepala BPOM Penny dalam konferensi pers di Jakarta, Antara, Minggu, 23 Okober. 

Sebelumnya, BPOM telah melakukan pengujian terhadap 102 obat sirop yang masuk dalam daftar Kementerian Kesehatan yang digunakan pasien gangguan ginjal akut progresif (acute kidney injury/AKI).

Dari pengujian tersebut ditemukan tiga produk mengandung cemaran EG/DEG yang melebihi ambang batas aman. Ketiga produk itu termasuk dalam lima produk yang telah diumumkan sebelumnya oleh BPOM pada 20 Oktober 2022.

Sesuai Farmakope dan standar baku nasional yang diakui, ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG adalah sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.

"Ini akan menjadi pendalaman kami pada perusahaan-perusahaan yang didapatkan produknya melebihi ambang batas," jelas Penny.

Dalam konferensi pers yang sama, Guru Besar Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Rahmana Emran Kartasasmita mengatakan temuan cemaran melebihi ambang batas itu tidak berarti menjadi kesimpulan ada kaitan dengan gangguan ginjal yang terjadi pada anak.

"Itu perlu dipahami, itu sama sekali tidak menyatakan adanya hubungan kausalitas," jelasnya.

Di dalam kajian risiko, katanya, apabila suatu nilai melewati ambang keamanan tidak dimaknai serta merta akan terjadi keracunan tapi menimbulkan risiko terhadap yang mengonsumsi.

"Jangan kemudian lantas ditarik kesimpulan yang sangat gegabah bahwa itu ada hubungan kausalitas. Tidak sama sekali," kata Rahmana.