JAKARTA - Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP, Komarudin Watubun, membenarkan pimpinan partai memberikan teguran keras kepada anggota DPR loyalis Puan Maharani yang tergabung dalam 'Dewan Kolonel'. Surat teguran tersebut ditandatangani Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
"Benar. Kalau sekjen sampaikan kan berarti benar. Itu sejak 5 Oktober," ujar Komarudin kepada wartawan, Jumat, 21 Oktober.
Komarudin mengungkapkan, tidak semua kader PDIP di Dewan Kolonel yang diberikan teguran keras. Sebab, kata dia, tidak semua yang namanya tercantum dalam forum tersebut melanggar AD/ART partai.
"Ya, tidak semua nama yang dicantumkan itu, tidak semua diberi teguran. Karena kan tingkat keterlibatan berbeda-beda. Teguran keras yang keluar itu pun lewat tahapan, karena ada anggota yang sudah diberi teguran sebelumnya. Itu sudah tahapan yang kesekian, makanya masuk dalam tahapan teguran keras," ungkapnya.
"Kalau teman-teman yang tidak mengerti masalah hanya ditaruh nama, ya enggak usah ditegur. Yang ditegur itu yang sudah bicara dipublikasikan di media, itu yang kita beri teguran," sambungnya.
Komarudin mengatakan, dalam PDIP tidak ada struktur berbunyi atau berbau militer. Karena di PDIP, partai punya induk dan aturan dasar yang terangkum dalam AD/ART partai.
"Contoh seperti negara itu konstitusi, kalau AD/ART itu disebut konstitusi organisasi. Jadi setiap orang partai mau dirikan sayap partai atau apapun itu harus mengacu pada AD/ART partai, tidak bisa suka-suka buat. Apalagi istilah-istilah Dewan Kolonel segala macam itu apa. Tidak boleh berbau (militer), nanti ditafsirkan orang macam-macam kan," katanya.
Adapun alasan pemberian teguran keras, lantaran beberapa nama anggota tersebut sudah pernah ditegur, namun tetap menggaungkan Dewan Kolonel. Apabila, sudah diberi teguran keras masih 'ngeyel' membentuk Dewan Kolonel, maka akan ada sanksi pemecatan. Hanya saja, Komarudin tidak menyebut siapa nama kader yang dimaksud.
"Karena itu masih dalam batas teguran, sampai teguran keras, masih dalam tingkatan teguran ya itu saya dan sekjen tanda tangan. Tapi kalau sampai teguran paling berat, pemecatan, berarti tanda tangan di ibu Ketua Umum," jelasnya.
"Jadi saya nanti merekomendasikan kalau ini kesalahan sudah harus level pemecatan, ya saya rekomendasikan kepada DPP. Nanti surat pemecatan itu ibu ketua umum yang tanda tangan," tambah Komarudin.
Komarudin mengaku tidak tahu bagaimana respons dari kader yang diberi surat teguran. Namun menurutnya, sebagai kader semestinya "Dewan Kolonel" tidak merespons apa-apa, karena membuat kesalahan.
"Organisasi kan harus, kita ini bukan gerombolan politik. Kita ini ada dalam barisan organisasi yang taat aturan, harus di bawah komando organisasi. Apalagi kalau kita tidak pernah menegur, itu lain soal," katanya.
Sebagai kader, kata Komarudin, seharusnya semua sudah mengerti dan mengetahui keputusan Kongres V di Bali memutuskan terkait calon presiden ada dalam tangan atau kewenangan prerogatif Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
"Jadi pasukan itu harus tegak lurus, menunggu keputusan, satu keputusan, Ketua Umum PDI Perjuangan itu ya Megawati Soekarnoputri. Dan keputusan itu diberikan dalam kongres. Jadi kita harus menunggu, sabar menunggu. Tidak bisa ikut ramai partai lain. Masing-masing kan punya cara, strategi beda-beda," tegasnya.
Komarudin mengatakan, surat teguran ini merupakan surat teguran terakhir atau SP3 sehingga jika dilakukan lagi maka teguran keras akan berujung sanksi pemberhentian sebagai kader.
"Iya. Itu sudah terakhir itu. Apalagi tindakan yang dilakukan di luar AD/RT partai itu kategori pelanggaran yang sudah kelas berat," pungkas Komarudin.
Diketahui, para loyalis Puan Maharani di Fraksi DPR RI yang tergabung dalam 'Dewan Kolonel' diberi teguran keras oleh DPP PDIP. Pasalnya, pembentukan Dewan Kolonel tak tertuang dalam AD/ART.
Peringatan keras tersebut tertuang dalam surat yang bertulis 'PERINGATAN KERAS DAN TERAKHIR' tertanggal 5 Oktober 2022. Surat itu menyebutkan, pembentukan Dewan Kolonel tak dikenal dalam AD/ART maupun peraturan partai.
Dalam surat itu juga menegaskan tidak ada struktur militer dalam PDIP. PDIP menegaskan dalam surat itu, perihal pencapresan merupakan kewenangan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
Pembentukan 'Dewan Kolonel' disebut melanggar dan akan diberikan sanksi disiplin dan organisasi bagi kader yang melanggar. Surat itu ditandatangani oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Ketua Bidang Kehormatan DPP PDIP Komarudin Watubun.
Untuk diketahui, Dewan Kolonel ini berisi anggota DPR Fraksi PDIP dari Komisi I sampai XI yang diberi tugas mendongkrak nama Puan Maharani di daerah pemilihan (dapil) masing-masing elite PDIP.
Menurut penuturan Koordinator Dewan Kolonel, Trimedya Panjaitan, anggota kelompok ini antara lain:
-Pencetus 'Dewan Kolonel': Johan Budi S Prabowo (kabarnya tidak diberi surat peringatan)
-Koordinator 'Dewan Kolonel': Trimedya Panjaitan
-Komisi I: Dede Indra Permana, Sturman Panjaitan
-Komisi II: Junimart Girsang
-Komisi III: Trimedya Panjaitan
-Komisi IV: Riezky Aprilia
-Komisi V: Lasarus
-Komisi VI: Adi Satriyo Sulistyo
-Komisi VII: Dony Maryadi Oekon
-Komisi VIII: My Esti Wijayati
-Komisi IX: Abidin Fikri
-Komisi X: Agustin Wilujeng
-Komisi XI: Hendrawan Supratikno, Masinton Pasaribu