Senjata Aparat di Tragedi Kanjuruhan Apa Saja?
Persebaya supporters light candles while praying at Heroes Monument, Surabaya City, East Java Province, on Monday (October 3, 2022), for victims of the Kanjuruhan Stadium stampede. (ANTARA)

Bagikan:

YOGYAKARTA - Bicara soal tragedi Kanjuruhan memang menjadi duka terdalam yang pernah terjadi di dunia persepakbolaan Indonesia. Menurut Anda, apa saja senjata aparat di tragedi Kanjuruhan?

Berdasarkan hasil laporan dari Regu Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) menyambangi Polres Malang untuk mengumpulkan beragam info berkaitan dengan tragedi di Stadion Kanjuruhan, Jumat (7/10).

Salah satu member TGIPF Mayjen (Purn) Suwarno mengatakan pihaknya mau melengkapi info yang didapat regu di Surabaya pada hari sebelumnya.

"Kami kumpulkan semuanya sehingga keinginan kami nanti akan melengkapi dari apa-apa yang telah kita dapatkan di Surabaya," kata Suwarno di Polres Malang.

Suwarno mengaku pihaknya sudah memperoleh info dari Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta soal bukti yang ditemukan berhubungan dengan Tragedi Kanjuruhan itu.

"Sebagian kabar kaitannya CCTV, kaitannya dengan sebagian barang bukti yang tadi kami lihat, sebagian kehancuran kendaraan beroda empat yang kemarin pengaruh dari kejadian Kanjuruhan, semuanya telah kami temukan yang ada di sini," ujarnya.

Senjata Aparat di Tragedi Kanjuruhan

 

Suwarno menyebut pihaknya juga ikut diperlihatkan senjata pelontar gas air mata yang diterapkan oleh personel dikala momen di Stadion Kanjuruhan. "Kemudian kami juga memperhatikan ada senjata yang dipakai untuk melempar gas air mata. Ada 11 tadi, 11 senjata," Ujarnya.

Kendati demikian, Suwarno belum dapat menentukan soal berapa selongsong gas air mata yang ditembakkan di kala kejadian. Dia cuma menyanggah isu ada selongsong gas air mata kedaluwarsa.

"Info yang kami terima, yang perlu kami informasikan lebih lanjut, ada peluru yang caps. Jadi bukan persoalan kedaluwarsa atau bukan, seperti pada peluru pada umumnya itu, peluru tajam bahkan kadang-kadang kita peroleh ada yang caps," kata Suwarno.

Kerusuhan terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada Sabtu (1/10) berakhir pertandingan antara Arema FC vs Persebaya. Tragedi ini menyebabkan 131 orang meninggal dunia dan ratusan lainnya luka-luka.

Dari hasil penyidikan polisi, enam orang ditentukan sebagai tersangka. Mereka antara lain Direktur Utama PT LIB Ahkmad Hadian Lukita, Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, serta Security Officer Suko Sutrisno.

Mereka dikenakan Pasal 359 KUHP dan atau Pasal 360 KUHP dan atau Pasal 130 ayat (1) juncto Pasal 52 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2022 perihal Keolahragaan.

Kemudian tiga tersangka lainnya merupakan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, serta Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarman. Ketiganya dijerat Pasal 359 KUHP dan atau Pasal 360 KUHP.

Kemudian, sebanyak 20 personel juga diungkapkan sebagai terduga pelanggar kode etik dikala tugas pengamanan. Rinciannya, enam member Polres Malang dan 14 lainnya personel di lingkungan Satbrimob Polda Jawa Timur.

Korban Tragedi Kanjuruhan Tidak Dipungut Biaya RS

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa minta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyusuri infoyang menyebut korban tragedi Kanjuruhan Malang dipungut tarif berakhir memperoleh perawatan di Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA).

"Saya rasa Komnas HAM dapat dengan gampang tanya terhadap keluarga korban yang kini dirawat. Jika tak dirawat di RSSA, Saya tak tahu. RSSA itu kan milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Semuanya dalam konsolidasi Saya," kata Khofifah, Senin, 17 Oktobere.

Khofifah menanggapi pemberitaan Komnas HAM yang menyatakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur menghentikan pembiayaan korban luka-luka tragedi Kanjuruhan, Malang akibat data yang simpang siur.

Dalam pemberitaan itu, komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyatakan akan menelusuri kebenaran informasi tersebut.

Choirul Anam mengaku menyayangkan jika informasi yang diterimanya benar, mengingat korban luka-luka jumlahnya tidak sedikit.

Gubernur Khofifah menegaskan seluruh biaya korban tragedi Kanjuruhan yang dirawat di RSSA ditanggung Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

"Saya sudah koordinasi dengan Direktur RSSA Malang Dr Kohar Hari Santoso. Semua pasien tragedi Kanjuruhan baik yang sedang dirawat inap atau hendak kontrol di RSSA Malang dipastikan semuanya tidak dibebankan biaya atau gratis," kata dia.

Jadi setelah mengetahui apa saja senjata aparat di tragedi Kanjuruhan, Simak berita menarik lainnya di VOI, saatnya merevolusi pemberitaan!