LAMPUNG - Kejaksaan Tinggi Lampung bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban menyerahkan pembayaran uang restitusi kepada enam orang korban perkara tindak pidana perdagangan orang (TPPO) pekerja migran Indonesia dengan terdakwa Lulis Widianingrum.
"Penyerahan uang restitusi dilakukan kajati Lampung bersama wakil ketua LPSK di kantor Kejati Lampung," kata Kepala Kejaksaan Negeri Bandarlampung Helmi saat dihubungi di Bandarlampung, Antara, Kamis, 13 Oktober.
Restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku tindak pidana atau pihak ketiga.
Helmi melanjutkan enam orang korban yang menerima pembayaran uang restitusi itu adalah Rina Fitriani, Tri Agustini, Siti Khodijah, Supriyatin, Eka Santik, dan Reni Puspita.
Uang restitusi tersebut diberikan langsung kepada enam korban dengan total sebesar Rp41 juta sebagai pelaksanaan eksekusi atas putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap No.376/Pid.Sus/2022/PN.Tjk tanggal 08 September 2022.
"Jadi, perkara tindak pidana perlindungan pekerja migran Indonesia ini terjadi pada Kamis, tanggal 13 Oktober 2022, dengan terdakwa Lulis Widianingrum. Dalam amar putusan, terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana bersama-sama melakukan percobaan penempatan TKI yang tidak memiliki kompetensi dan tidak memiliki dokumen lengkap," katanya.
Helmi menambahkan jaksa penuntut umum Kejari Bandarlampung telah menuntut terdakwa selama 10 bulan pidana kurungan penjara. Selain itu, terdakwa diwajibkan membayar uang restitusi kepada enam orang korban dengan jumlah sebesar Rp41 juta.
"Jika terdakwa tidak mampu membayarkan maka diganti dengan pidana kurungan penjara selama dua bulan," tambahnya.
Pada kesempatan itu, LPSK juga memberikan penghargaan kepada Kajati dan Aspidum Kejati Lampung, Kajari dan Kasi Pidum Kejari Bandarlampung serta jaksa.
BACA JUGA:
Penghargaan tersebut merupakan apresiasi kepada institusi kejaksaan yang telah menangani perkara TPPO sehingga mampu mewujudkan hak atas restitusi bagi para korban tindak pidana.