JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkum HAM) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan pasal yang mengatur tentang penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) untuk menjaga marwah kepala negara.
“Ini untuk menjaga marwah Presiden dan Wakil Presiden. Kami punya alasan yang sangat kuat mengapa pasal itu harus ada,” kata Eddy, sapaan akrab Edward Omar Sharif Hiariej, dalam diskusi publik bertajuk "Idealisasi, Tantangan, dan Implementasi Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana” dilansir ANTARA, Selasa, 11 Oktober.
Eddy mengatakan penghinaan merupakan suatu kejahatan. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, tutur Eddy melanjutkan, mengatur tentang kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, kebebasan berserikat, kebebasan mengkritik, tetapi bukan kebebasan menghina.
"Karena menghina itu tidak ada satu ajaran agama pun di dunia ini yang membolehkan. Itu yang pertama," ucap Eddy.
Selanjutnya, Eddy mengartikan penghinaan ke dalam dua hal, yakni menista dan memfitnah. Adapun yang ia maksud dengan menista adalah merendahkan martabat orang lain.
"Yang ketiga, ini bukan persoalan equality before the law (persamaan di hadapan hukum). Kami mengatur penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden untuk memperlihatkan presiden dan wakil presiden adalah primus inter pares, yang pertama di antara yang sederajat," tutur Eddy menjelaskan.
Selain itu, Eddy juga bercermin pada peraturan di luar negeri yang mengatur tentang penyerangan harkat dan martabat kepala negara asing.
BACA JUGA:
Bagi Wamenkum HAM Eddy, apabila harkat dan martabat kepala negara asing memperoleh perlindungan, maka hal yang serupa juga seharusnya berlaku kepada harkat dan martabat milik kepala negara sendiri.
"Pasal-pasal ini ada katup pengaman. Satu, delik aduan, dua, ada alasan penghapus pertanggungjawaban pidana bahwa itu tidak dapat dijerat bila berupa kritik," tuturnya menjelaskan.
Yang menjadi alasan selanjutnya, sambung Eddy, adalah peran pengendalian sosial dari pasal ini. Presiden dan wakil presiden memiliki pendukung. Ketika seorang presiden atau wakil presiden menuai hinaan, terdapat kemungkinan pendukungnya mengamuk, membuat keonaran, sehingga terjadi huru-hara.
"Tapi kalau pasal itu ada, kita bisa dengan mudah menyatakan presiden saja tidak tersinggung, Anda kenapa tersinggung? Ini pengendalian sosial," kata wamenkum HAM.