JAKARTA - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkum HAM) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terdiri atas 37 bab dan 632 pasal.
"RKUHP ini terdiri atas 37 bab. Jadi, jumlah babnya sama persis dengan bab konstitusi kita, Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian, 632 pasal terdiri atas dua buku, yaitu Buku Kesatu tentang Aturan Umum dan Buku Kedua tentang Tindak Pidana," kata Eddy, sapaan akrab Prof Edward Hiariej, ketika melakukan sosialisasi RKUHP dalam acara Kick Off Diskusi Publik RKUHP di Ayana Midplaza Jakarta dilansir ANTARA, Selasa, 23 Agustus.
Eddy menjelaskan jumlah pasal di RKUHP yang lebih banyak daripada KUHP yang sedang berlaku, yakni 569 pasal. Hal ini diakibatkan oleh penggabungan dan harmonisasi yang ada dalam Buku I RKUHP sebagai operator sistem hukum pidana modern.
"Karena kami menggabungkan antara Buku Kedua dan Buku Ketiga. Ini biasa saja sebetulnya," ucap Eddy.
Buku Kedua RKUHP meleburkan Buku Kedua KUHP sebelumnya tentang Kejahatan dan Buku Ketiga KUHP sebelumnya tentang Pelanggaran, menjadi Buku Kedua RKUHP tentang Tindak Pidana.
Wamenkum Eddy menegaskan jumlah pasal yang lebih banyak tidak secara otomatis menambah jumlah tindak pidana. Peningkatan jumlah pasal dalam RKUHP terjadi akibat konsolidasi dan harmonisasi, bukan karena penambahan pengaturan tindak pidana.
"Jangan bingung. Jumlah pasal RKUHP yang baru ini lebih banyak. Akan tetapi, dari jumlah pengaturan tindak pidana justru jauh lebih sedikit daripada KUHP lama," kata Eddy.
BACA JUGA:
Karena itu, kata Wamenkum HAM, ketika ada yang mengatakan terjadi kriminalisasi berlebih atau overkriminalisasi dalam RKUHP, dia menyimpulkan bahwa yang melakukan protes tidak menghitung dan tidak membaca RKUHP.
"Yang protes tidak menghitung, tidak membaca," kata Eddy.
Adapun sejumlah misi pembaruan hukum yang diusung dalam RKUHP nasional adalah dekolonialisasi atau upaya menghilangkan nuansa kolonial dalam substansi KUHP lama, demokratisasi, konsolidasi, harmonisasi, dan modernisasi.