Bagikan:

JAKARTA - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengungkapkan ada dua penyebab terjadinya berbagai pergerakan tanah di Jawa Barat dalam beberapa pekan terakhir.

 Kepala PVMBG Hendra Gunawan mengatakan kemiringan lereng dan curah hujan tinggi mempermudah terjadinya gerakan tanah di Jawa Barat.

"Kalau untuk kasus rayapan ini khas yang ada di Bojong Koneng, Kabupaten Bogor. Dalam kebanyakan kasus adalah 'debit flow ' atau seperti bubur, material rombakan yang terbawa hujan," katanya dilansir ANTARA, Kamis, 6 Oktober. 

"Kenapa Purwakarta, Tasikmalaya, Garut? Ini memang daerah Jawa Barat terkenal berbukit-bukit, morfologinya juga membantu, kemiringan lereng dalam hal ini terjadinya gerakan tanah," tambahnya.

PVMBG terus melakukan berbagai sosialisasi agar masyarakat mendapatkan pengetahuan hang memadai dalam melihat kemungkinan di sekitar rumahnya atau daerahnya berpotensi terjadinya gerakan tanah.

 

Setiap bulan, kata dia, PVMBG terus merilis peta peringatan dini gerakan tanah. Peta itu dikirim ke seluruh pemerintah daerah di Indonesia agar memperluas penyebaran informasi terkait potensi bencana demi meminimalkan dampak risiko.

Selain mengirim peta prakiraan bencana secara fisik, peta versi digitalnya bisa dilihat langsung melalui laman resmi https://vsi.esdm.go.id/ terkait kebencanaan geologi.

Saat ini, kata Hendra Gunawan, pihaknya sedang mengakselerasi semua peta peta kawasan rawan bencana, termasuk gerakan tanah agar bisa diakses secara mudah oleh masyarakat.

Pada 14 September 2022, hujan dengan intensitas tinggi dan kondisi tanah yang labil memicu fenomena gerakan tanah di Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor.

Gerakan tanah itu menyebabkan 278 kepala keluarga atau 1.020 jiwa terdampak dan tidak ada korban jiwa dalam fenomena geologi tersebut. 

Gerakan tanah juga terjadi Tasikmalaya pada 25-26 September 2022. Sebanyak 40 rumah rusak akibat bencana geologi tersebut.

a