Bagikan:

BANDUNG - Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil mengatakan Provinsi Jawa Barat, saat ini memiliki keunggulan dalam investasi hijau, khususnya yang terkait energi terbarukan dan kendaraan listrik.

"Selain memiliki infrastruktur yang baik, Jawa Barat pun kaya akan potensi yang diperlukan untuk investasi hijau," kata Gubernur Ridwan Kamil dalam keterangan tertulis dilansir ANTARA, Kamis, 6 Oktober.

Investasi hijau merupakan investasi yang berfokus pada aspek-aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola baik (environment, social, dan governance/ESG), yang tujuannya menjaga kelangsungan perekonomian dan kehidupan di muka bumi.

Ridwan Kamil memberikan contoh salah satu investasi tersebut adalah industri komponen penunjang kendaraan listrik yang tidak dikerjakan oleh perusahaan berskala besar.

Provinsi Jawa Barat, menurut dia, sudah memiliki produsen yang memproduksi komponen tersebut yang dikerjakan berbagai pelaku UMKM. Oleh karena itu, pihaknya tidak khawatir dengan sejumlah produsen otomotif yang berencana membangun pabrik di luar Jawa Barat.

"Kami optimis di Jawa Barat industri otomotif listrik dan energi terbarukan akan lebih unggul," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja mengatakan West Java Investement Summit (WJIS) Tahun 2022 mengusung tema Green Investment: Food Security and Renewable Energy - Securing The New Future.

Tema tersebut mengacu pada investasi hijau berkelanjutan yang berfokus pada ketahanan pangan serta transisi energi menuju energi baru dan terbarukan.

Pada tema ketahanan pangan, Sekda Jabar memaparkan kondisi sejumlah bahan pokok di Jabar. Misalnya beras, daging ayam, jagung, cabai rawit, cabai merah, hingga bawang merah, yang tercatat surplus.

Sementara itu, komoditas lainnya seperti gula pasir, daging sapi, dan minyak sayur, juga pada kondisi aman dengan jumlah ketersediaan yang lebih banyak dari pada kebutuhan masyarakat. Namun, pasokan telur, dan bawang putih berada pada kondisi defisit.

Sekda Setiawan menuturkan ketahanan pangan di Jabar juga dipengaruhi sejumlah faktor. Seperti misalnya kondisi lahan dan topografi, apalagi saat ini lahan pertanian berebut dengan pesatnya perkembangan industri dan perumahan.

Kondisi ini juga dipengaruhi mayoritas kepemilikan lahan dan ternak yang rendah sehingga pengembangan area budidaya menjadi terbatas dan petani maupun peternak hanya punya akses yang terbatas untuk memasarkan produknya.

Di samping itu, konsumsi daging dan sayuran masyarakat juga masih kurang. Begitu pula ongkos produksi pada beberapa titik yang relatif masih mahal.

Kemudian, sumber daya manusia. Kapasitas petani dinilai masih rendah untuk dapat meningkatkan produktivitas. Adapun para petani kebanyakan pada usia lanjut, begitupun latar belakang pendidikan yang masih relatif rendah. 

"Biasanya di atas lima puluh tahun, maka diperlukan regenerasi dengan angkatan yang lebih produktif," kata Setiawan.

Kebijakan selanjutnya, yakni diversifikasi pertanian, termasuk diversifikasi pangan lokal, hingga pemanfaatan pekarangan rumah dan lahan tak terpakai untuk pertanian.

Selanjutnya yakni penguatan cadangan dan sistem logistik pangan, dengan pembangunan lumbung pangan mandiri berbasis desa, serta penguatan sistem logistik pangan untuk stabilitas pasokan dan harga pangan. 

"Dengan pengembangan smart farming, koperasi petani, pemanfaatan teknologi digital, juga peningkatan produksi untuk peternakan," kata Setiawan.