Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan hutan mangrove memiliki potensi karbon biru atau blue carbon yang cukup tinggi meliputi biomassa pada permukaan dan sedimen mangrove maupun biomassa di bawah permukaan.

Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto mengatakan karbon biru berpotensi mengakselerasi pencapaian komitmen Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca yang secara jelas telah dinyatakan dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC).

"Pengembangan ekosistem pesisir dan restorasi mangrove menjadi salah satu solusi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dalam mendukung upaya pencapaian target penurunan emisi gas rumah kaca," ujarnya dalam diskusi bertajuk restorasi mangrove sebagai solusi perubahan iklim nasional dilansir ANTARA, Jumat, 30 September.

Karbon biru adalah karbon yang diserap dan disimpan oleh laut dan ekosistem pesisir. Biomassa berupa daun, batang, dan akar, serta sedimen mangrove dan padang lamun mampu menyimpan karbon empat sampai lima kali lebih besar dari hutan daratan.

Agus menjelaskan karbon biru dapat disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama, berbeda dengan karbon hijau dari hutan yang disimpan pada tumbuhan hijau selama puluhan tahun saja.

Menurutnya, penanganan dampak perubahan iklim menjadi lebih efektif jika pengembangan karbon hijau dari hutan dapat diikuti dengan pengelolaan dan pemanfaatan karbon biru dengan baik.

Indonesia sangat serius dalam melestarikan hutan mangrove melalui reforestasi dan juga restorasi yang dimulai sejak tahun 2010 sampai sekarang.

Pada 2020 lalu, kegiatan perlindungan ekosistem pesisir telah menjadi kegiatan strategis dalam proses pemulihan selama masa pandemi COVID-19, antara lain berupa kegiatan padat karya penanaman mangrove di 34 provinsi di Indonesia.

"Program padat karya mampu meningkatkan ekonomi masyarakat selama pandemi. Gerakan reforestasi mangrove dilakukan dengan melibatkan seluruh aspek pemerintahan, lembaga swadaya masyarakat, dan juga pihak swasta melalui program CSR pada tingkat pusat dan daerah," kata Agus.

Mangrove yang sehat tidak hanya memberikan jasa perlindungan pesisir pantai, namun juga berperan dalam menjaga keberlangsungan ketersediaan sumber makanan. Konsumsi protein dari makanan laut, seperti ikan, udang, kemudian kepiting erat kaitannya dengan keberadaan hutan mangrove sebagai tempat pemijahan biota laut.

Pelestarian hutan mangrove juga seiring dengan upaya perlindungan keanekaragaman jenis mangrove.

Kegiatan perlindungan dan restorasi mangrove tidak hanya meningkatkan ketersediaan sumber daya perikanan, namun juga memperbaiki kualitas perairan pesisir, serta meningkatkan ketersediaan sumber mata pencaharian alternatif, seperti ekowisata dan mangrove kompleks yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.