JAKARTA - Sepekan kemarin nama Menteri Hukum dan Keamanan (Menkumham) Yassona Laoly ramai diperbincangkan publik karena pernyataannya. Yasonna dianggap blunder dan merugikan Presiden Joko Widodo karena pernyataannya itu.
Salah satu yang dianggap blunder Yassona adalah terkait keberadaan buronan KPK, Harun Masiku yang merupakan tersangka pemberi suap kepada eks komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Yasonna sempat menyebut Harun berada di luar negeri saat KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Wahyu Setiawan dan beberapa orang lainnya. Yasonna dan Harun sama-sama kader PDI Perjuangan.
Namun belakangan, Ditjen Imigrasi Ronny F Sompie meralat dan mengatakan bahwa Harun sudah kembali ke Indonesia, saat OTT dilakukan KPK. Mereka berdalih pergantian sistem di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta yang jadi biang keladinya keterlambatan informasi tersebut.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai, sebagai pejabat publik, Yassona harusnya mulai berhati-hati dengan pernyataannya. Dia juga meminta Menkumham mulai memisahkan kepentingan partai karena ada kesan, Yassona sengaja pasang badan untuk partainya dalam kasus yang menjerat Harun Masiku.
"Seorang menteri termasuk Yasonna, ya, jangan asal ngomong. Jangan asal pasang badan untuk partainya tapi bicara harus berdasarkan fakta dan data," kata Ujang kepada VOI melalui pesan singkat, Senin, 27 Januari.
Selain itu, kesan menutupi keberadaan Harun Masiku juga dianggap memberi dampak kepada pemerintahan Presiden Jokowi. Apalagi, menurut Ujang, Yassona sebagai Menkumham menjadi representasi pemerintahan di mata publik.
"Yasonna kan pembantu Jokowi, maka ketika menterinya dianggap berbohong ke publik dengan pernyataannya, tentu hal ini berimbas negatif ke Jokowi," ujarnya.
Akibat kesimpangsiuran informasi keberadaan Harun Masiku ini, Presiden Jokowi meminta seluruh bawahannya berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan kepada publik.
"Saya hanya ingin, saya hanya pesan, titip kepada semua menteri, semua pejabat, kalau membuat statement itu hati-hati," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 24 Januari.
"Terutama yang berkaitan dengan angka-angka, terutama yang berkaitan dengan data, terutama yang berkaitan dengan informasi, hati-hati, hati-hati. Jangan sampai informasi dari bawah langsung diterima tanpa kroscek terlebih dulu," imbuhnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini tak tahu apakah ada miskomunikasi atau faktor kesengajaan dalam simpang siurnya keberadaan Harun Masiku. Namun, yang pasti dia meminta para menterinya berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan.
"Yang jelas untuk semuanya harus hati-hati dalam membuat pernyataan. Apalagi yang berkaitan dengan hukum, hati-hati," tegasnya.
Dalam kasus Harun Masiku, KPK menetapkan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan sebagai tersangka penerima suap terkait penetapan anggota DPR RI periode 2019-2024. Dia ditetapkan sebagai penerima suap, bersama Agustiani Tio Fridelina (ATF) yang merupakan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang merupakan orang kepercayaannya.
Adapun pemberi suap adalah Harun Masiku (HAR) yang merupakan caleg dari PDI Perjuangan di Pileg 2019 dan Saeful yang disebut pihak swasta namun diduga menjadi salah satu staf petinggi partai tersebut.
Hanya saja, hingga saat ini KPK baru menahan tiga orang dalam kasus ini. Sebab, Harun belum diketahui keberadaannya hingga saat ini setelah sebelumnya sempat dinyatakan kabur ke Singapura.