Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) merespons kasus dugaan korupsi yang dilakukan Gubernur Papua, Lukas Enembe. Lukas Enembe juga merupakan ketua DPD Partai Demokrat Papua.

AHY mengatakan, pihaknya terus mencermati dan menelaah kasus yang menimpa kadernya itu. Apakah kasus dugaan korupsi yang menjerat Lukas murni hukum atau ada unsur politiknya. 

Awalnya, AHY menceritakan pihaknya sempat kesulitan menghubungi Lukas Enembe karena yang bersangkutan tengah menderita sakit. Namun akhirnya, kata AHY, pada Rabu, 28 September, malam, pihaknya dapat berkomunikasi dengan Lukas Enembe.

"Sejak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan status tersangka kepada Lukas Enembe, kami telah melakukan berbagai upaya (berkomunikasi) dengan beliau, guna mengumpulkan informasi, meminta klarifikasi dan mencari solusi terbaik. Memang ada kesulitan untuk berkomunikasi dengan beliau, karena kondisinya yang sedang sakit," ujar AHY dalam konferensi pers, Kamis, 29 September. 

AHY mengungkapkan, Lukas terkena serangan stroke dalam empat tahun terakhir ini. Sehingga Lukas memiliki kesulitan berjalan dan berbicara.

"Meski ada kesulitan, tapi syukur kami bisa melakukan komunikasi dengan beliau tadi malam," kata AHY.

Setelah mendengarkan cerita Lukas Enembe serta melihat pengalaman empirik selama lima tahun belakangan, lanjut AHY, Partai Demokrat pun melakukan penelaahan secara cermat. Yakni, apakah kasus Lukas Enembe ini murni soal hukum atau ada pula muatan politiknya. 

"Pada tahun 2017, Partai Demokrat pernah melakukan pembelaan kepada Lukas Enembe ketika ada intervensi dari elemen negara, untuk memaksakan seorang calon wakil gubernur sebagai wakilnya Pak Lukas dalam tahun 2018 yang lalu. Ketika itu, Lukas diancam untuk dikasuskan apabila permintaan pihak elemen negara tersebut tidak dipenuhi," jelas AHY. 

"Tapi Alhamdulillah intervensi tersebut tidak terjadi," imbuhnya. 

Kejadian seperti itu, kata AHY, juga berulang pada 2021 saat Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal meninggal dunia. Menurut AHY, desakan dan intervensi penggantian posisi tersebut juga dirasakan kembali Lukas Enembe.

"Kami berpandangan intervensi dan pemaksaan seperti ini tidak baik untuk kehidupan demokrasi kita," kata AHY.

Pada 12 Agustus 2022, sambung AHY, Lukas Enembe dituduh telah melakukan pelanggaran terhadap Pasal 2 dan 3 UU Tindak Pidana Korupsi. Unsur terpenting pada pasal tersebut adalah adanya unsur perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang, serta adanya unsur kerugian negara. 

"Tapi pada 5 September 2022, tanpa pemeriksaan sebelumnya, Pak Lukas langsung ditetapkan sebagai tersangka. Beliau dijerat dengan pasal baru, yakni Pasal 11 atau 12 UU Tipikor tentang delik gratifikasi," kata AHY menambahkan.