KLHK Rencanakan Pidana Tambahan 'Rampas' Hasil Keuntungan PT SIPP untuk Pemulihan Lingkungan
Dirjen Gakkum KLHK Rasio Ridho Sani (tengah) dalam konferensi pers terkait penangkapan tersangka pencemaran PT SIPP di Kantor KLHK, Jakarta, Selasa (27/9/2022). ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Rasio Ridho Sani berencana mengenakan pidana tambahan berupa perampasan keuntungan dalam kasus pencemaran lingkungan PT SIPP di Kabupaten Bengkalis, Riau untuk membantu pemulihan lingkungan di kawasan tercemar.

"Saya minta kepada penyidik untuk melakukan penegakan hukum dan mendalami penyidikan terkait tindak pidana korporasinya termasuk juga pengenaan pidana tambahan berupa perampasan keuntungan bagi pemulihan lingkungan," kata Dirjen Gakkum KLHK Rasio Ridho dalam konferensi pers di Jakarta, Antara, Selasa, 27 September. 

Pengenaan pidana tambahan itu dilakukan karena PT SIPP diduga melakukan tindakan yang mengorbankan lingkungan hidup demi mendapatkan keuntungan.

"Saya akan meminta mendalami juga tindak pidana pencucian uang kepada pelaku kejahatan ini," katanya.

Rasio Ridho mengatakan bahwa PT SIPP telah berulang kali melakukan tindakan yang menyebabkan pencemaran lingkungan. Perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Bengkalis, Riau itu juga tidak mematuhi ketentuan pencabutan perizinan berusaha dan terus beroperasi.

PT SIPP telah dikenai sanksi oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bengkalis sebelum dilakukan pencabutan perizinan.

Perusahaan yang bergerak di industri sawit itu melakukan pembuangan limbah secara langsung dan melakukan pengolahan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) tidak sesuai ketentuan serta tidak memiliki izin pengelolaan limbah dan limbah B3.

Berdasarkan hasil analisa sampel laboratorium diketahui bahwa air sungai di sekitar kawasan operasinya memperlihatkan telah terjadi pencemaran.

Gakkum KLHK kemudian mengamankan dua tersangka dari PT SIPP yaitu AN sebagai general manager dan EK selaku direktur perusahaan pengolahan minyak mentah kelapa sawit itu. Keduanya terancam hukuman penjara 10 tahun dan denda Rp10 miliar.