Ibu Kota Baru yang Diprediksi Bakal Sama Seperti DKI Jakarta
Kawasan Monumen Nasional (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Dalam Rapat Pimpinan (Rapim) 2020 Kementerian Pertahanan, TNI, dan Polri, Presiden Joko Widodo memberikan arahan soal beberapa hal. Salah satunya,  dia ingin pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur bukan hanya diartikan sebagai pindah gedung saja tapi juga mengganti pola pikir dan kerja lembaga pemerintahan. 

Meski Jokowi begitu yakin, nantinya ibu kota baru ini bakal berbeda dengan DKI Jakarta namun, rasa skeptis itu tetap ada. Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahardiansyah berpandangan, ibu kota baru ini akan sama saja seperti Jakarta, yang padat, macet, dan banjir.

Kepada VOI, Trubus menjelaskan, ibu kota baru ini bakal sama saja dengan Jakarta karena arus urbanisasi akan terjadi ke wilayah tersebut. Sebab, masyarakat Indonesia berpandangan ibu kota adalah tempat mengadu nasib dan mencari keuntungan.

"Jadi menurut saya tidak akan jauh berbeda dengan Jakarta sekarang dalam jangka panjang nanti. Mungkin, 10 tahun setelah jadi gitu ya, karena arus urbanisasi juga ke sana," kata dia saat dihubungi lewat sambungan telepon, Sabtu, 25 Januari.

Dia menilai, akan sangat sulit bagi pemerintah untuk menjadikan fokus ibu kota baru itu menjadi pusat pemerintahan sementara pusat bisnis tetap di Jakarta. 

"Ya itu kan asumsi Bappenas, pemerintah tapi kan dalam prakteknya tidak semudah itu karena ini menyangkut perilaku manusia. Selama pemerataan pembangunan belum ada akan sama saja," ungkapnya.

Jokowi berharap roda pemerintahan bisa berjalan lebih baik karena pola kerja aparatur sipil negara (ASN) bisa berubah di ibu kota baru ini. Tapi, bagi Trubus hal ini tampaknya sulit terjadi. Apalagi, berkaca dari hasil survei Indonesia Development Monitoring (IDM) juga disebutkan, sebanyak 94,7 persen ASN menolak mereka dipindahkan ke ibu kota baru.

Penolakan ini, berdasarkan hasil survei, terjadi karena mereka khawatir dengan fasilitas kesehatan dan pendidikan anak yang kurang bermutu di sana. Selain itu, sebagian dari mereka yang menolak juga beralasan karena takut gaji mereka tak cukup untuk tinggal di ibu kota baru tersebut.

Berkaca dari hal tersebut, menurut Trubus,  aparatur sipil akan sulit bekerja maksimal di sana. Apalagi, perpindahan ini juga terkesan dipaksakan bukan atas kemauan mereka.

"Bagaimana mereka bisa bekerja optimal kalau mereka pindah karena paksaan? Ini kan totalitasnya jadi dipertanyakan," tegasnya.

Rawan konflik masyarakat

Trubus juga menyinggung soal konflik di antara masyarakat. Menurut dia, sejak wacana perpindahan ibu kota ini, belum pernah ada kajian agar tidak terjadi konflik antara penduduk asli dan penduduk pendatang. Apalagi, menurutnya selama ini pemerintah cenderung lambat dalam menyelesaikan konflik horizontal di berbagai wilayah Indonesia.

"Pertemuan antara pendatang dengan penduduk lokal itu belum ada kajiannya di Bappenas. ... Artinya potensi terjadinya konflik kekerasan sangat tinggi," ungkap pengamat ini.

Selain soal konflik sosial, Trubus juga mengingatkan soal adanya potensi konflik agraria. "Memang ada pemikiran ke depan persoalan soal status tanah. ... Ini bisa jadi konflik agraria. Sementara kita enggak punya pengalaman menyelesaikan konflik agraria secara berkeadilan. Kan enggak pernah, malah yang ada itu dibiarkan berkepanjangan," ujarnya.

Trubus berharap pemerintah bisa melakukan pemerataan pembangunan. Kawasan yang dibangun bukan hanya ibu kota baru, tapi juga kawasan lain sehingga tak akan ada arus urbanisasi ataupun konflik horizontal di tengah masyarakat.

"Meskipun masih jauh sekarang tapi kan nanti semua akan menjadi dekat. Karena perkembangan kota ini, bukan hanya antar departemen atau antar institusi tapi antar warga juga," jelasnya.

Jokowi saat ini memang berfokus untuk memindahkan ibu kota dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur tepatnya di sebagian Kabupaten Panajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini bermimpi, kota ini akan menganut sistem kecepatan dan berharap sistem transportasi sistem transportasi di kota tersebut akan berbeda dengan transportasi yang ada di DKI Jakarta karena serba otomatis dan elektrik.

Pemerintah pun saat ini sudah tancap gas agar ibu kota baru ini bisa segera terlaksana. Hal ini terbukti dengan rampungnya Rancangan Undang-Undang (RUU) pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur.