JAKARTA - Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti memandang pengelola Pondok Pesantren Darussalam Modern Gontor juga harus bertanggung jawab atas meninggalnya santri AM (17) yang dianiaya oleh santri senior.
Sebab, kata Retno, kasus kekerasan berujung kematian ini terjadi di lingkungan pendidikan dan melibatkan para peserta didik di Pondok Pesantren (Ponpes) Gontor. Karenanya, pertanggungjawaban atas ini tidak hanya bisa dilimpahkan pada santri pelaku.
"Seharusnya tidak semua ditimpakan kepada anak-anak pelaku. Pihak ponpes harus ikut bertanggung jawab karena tindakan kekerasan terjadi diduga kuat akibat lemahnya sistem pengawasan ponpes," kata Retno dalam keterangannya, Minggu, 11 September.
Retno menegaskan, jika Ponpes Gontor memiliki sistem pengawasan yang tegas pada santrinya, maka kasus penganiayaan ini tidak mungkin terjadi.
Maka, ia memandang sistem pengawasan ponpes pun perlu dievaluasi. Mengingat, manajemen ponpes umumnya memanfaatkan santri senior untuk melakukan pengawasan rutin, apalagi ketika jumlah santrinya sangat banyak.
“Apakah selama ini ada teguran ketika para santri senior yang bertugas mengawasi santri junior melakukan kekerasan, misalnya kekerasan verbal atau kekerasan fisik. Apakah ada ketentuan di ponpes bahwa tidak diperkenankan melakukan kekerasan dengan alasan apapun, termasuk atas nama mendisiplinkan?” cecar Retno.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, Retno juga mendorong Kementerian Agama RI untuk segera membuat regulasi selevel Peraturan Menteri Agama terkait pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan Madrasah dan pondok pesantren.
"Perlindungan anak dimulai dengan membangun sistem pencegahan. Ponpes perlu 'dipaksa' lewat regulasi negara untuk membangun sistem pencegahan, sistem pengaduan dan sistem pengawasan yang benar dan tepat demi melindungi anak-anak selama berada di lingkungan satuan Pendidikan tersebut," jelasnya.
Sebagaimana diketahui, kasus dugaan penganiayaan hingga mengakibatkan meninggalnya salah satu santri pondok pesantren Gontor Ponorogo, Albar Mahdi, menjadi perhatian masyarakat luas.
Berdasarkan informasi, korban yang mengalami penganiayaan hingga tewas oleh santri senior diduga kuat berkaitan kegiatan perkemahan. Penganiayaan ini diduga menggunakan tongkat/kayu. Keluarga korban meyakini adanya pukulan pada leher korban karena kepala korban tidak bisa ditegakkan.
Polisi pun dituntut untuk segera mengungkap kasus ini dan menetapkan tersangka. Kapolres Ponorogo AKBP Catur Cahyono mengatakan dari hasil autopsi dari tim forensik, diperoleh adanya luka akibat benda tumpul di bagian tubuh korban.
Tapi apakah hal itu menjadi penyebab kematian korban, pihaknya tidak memberikan penjelasan, karena hanya akan dijelaskan oleh ahli. "Untuk apakah luka tersebut menjadi penyebab kematian, biar ahli yang akan menyampaikan," ucap Catur.
Selain itu, sudah dilakukan autopsi pada jenazah santri yang tewas diduga dianiaya, oleh tim forensik Polda Sumsel selama enam jam. Hasil autopsi, menjadi sangat penting untuk pemenuhan materi proses penyelidikan ke tahap selanjutnya.
Dari hasil olah TKP dan pra-rekonstruksi yang dilakukan tim Satreskrim Polres Ponorogo. Ditemukan sejumlah barang bukti yang diduga digunakan dalam insiden penganiayaan tersebut.