Hakim Tunda Sidang Gugatan Pencabutan Kuasa Bharada E Pekan Depan
Deolipa Yumara /DOK Instagram deolipa_project

Bagikan:

JAKARTA - Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menunda sidang gugatan perdata terhadap pencabutan surat kuasa Bharada Richard Eliezer (Bharada E) selama 1 minggu atau pada hari Rabu (14/9) pekan depan.

Penundaan sidang dibacakan oleh Hakim Ketua Siti Hamidah pada sidang perdana.

"Memberikan kesempatan kepada pihak penggugat agar memperbaiki alamat tergugat dua dan melengkapi legal standing dari kuasa penggugat," kata Siti dilansir ANTARA, Rabu, 7 September.

Pihak tergugat dalam perkara ini adalah Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Tergugat I), Ronny Berty Talpessy, pengacara baru Bharada E (Tergugat II), kemudian Kapolri casu quo (c.q.) atau dalam hal ini Kabareskrim Polri (Tergugat III).

Selaku penggugat adalah pengacara merah putih Deolipa Yumara dan Muh. Burhanuddin.

Koordinator tim kuasa hukum Bharada E, Ronny Talapessy, mengatakan pihaknya fokus memberikan pendampingan kepada Bharada E dalam menuntaskan kasusnya.

Namun, pihaknya siap menghadiri persidangan dengan memberikan kuasa kepada pengacara.

"Nanti kuasakan ke lawyer (pengacara)," kata Ronny.

Deolipa Yumara selaku penggugat, dalam gugatan yang dimohonkan (petitum), meminta majelis hakim untuk menyatakan surat pencabutan kuasa tertanggal 10 Agustus 2022 atas nama Richard Eliezer Pudihang Lumiu selaku Tergugat I batal demi hukum.

Penggugat juga meminta majelis hakim menyatakan perbuatan pencabutan kuasa oleh Tergugat I dan Tergugat III dalam membuat surat pencabutan kuasa dilakukan dengan iktikad jahat dan melawan hukum.

Karena itu, dia meminta majelis hakim membatalkan setiap bentuk surat kuasa kepada penasihat hukum/advokat terkait sebagai penasihat hukum Richard Eliezer Pudihang Lumiu dalam perkara kematian Brigadir Yosua dan dinyatakan tidak sah.

Penggugat juga meminta hakim menyatakan bahwa penggugat adalah penasihat hukum Bharada E yang sah dan mempunyai hak untuk melakukan pembelaan sampai persidangan.

Penggugat juga meminta majelis hakim menghukum para tergugat secara tanggung renteng untuk membayar biaya fee (upah) pengacara sebesar Rp15 miliar.