Bagikan:

JAKARTA - Ketua DPR Puan Maharani menyoroti kasus kematian santri Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG), Ponorogo, Jawa Timur, berinisial AM (17) yang diduga dianiaya teman sesama santri. Puan meminta pemerintah melakukan evaluasi terhadap sistem belajar di Ponpes agar kejadian kekerasan tak terjadi lagi. 

“Kami meminta pemerintah melakukan evaluasi sistem pembelajaran di pondok pesantren (ponpes) agar tidak terulang lagi kasus kekerasan di lingkungan ponpes,” ujar Puan dikutip dari keterangan tertulis, Rabu, 7 September.

AM meninggal dunia karena diduga dianiya dua orang santri yang merupakan kakak kelasnya. Saat ini, polisi sudah menjemput dua orang santri terduga pelaku untuk mengetahui penyebab kematian AM.

Menurut Puan, lembaga pendidikan keagamaan seharusnya menjadi pusat pendidikan mental dan karakter agar peserta didik menjadi pribadi unggul secara intelektual maupun akhlak.

Puan menyayangkan tindak kekerasan terjadi di Ponpes Gontor. Dia menegaskan segala bentuk tindak kekerasan dalam dunia pendidikan tidak dapat ditolerir.

“DPR RI sangat prihatin atas terjadinya kasus kekerasan di lingkungan pondok pesantren di Jawa Timur yang mengakibatkan seorang santri kehilangan nyawanya. Atas nama pimpinan DPR, saya mengucapkan belasungkawa atas kematian santri AM,” kata mantan Menko PMK itu.

“Apapun alasannya, setiap bentuk kekerasan, baik di lembaga pendidikan agama atau sekolah umum, tidak dapat dibenarkan,” lanjut Puan.

Selain itu, Puan juga meminta agar kasus kekerasan di Ponpes Gontor dapat diproses hukum secara adil dan transparan. Dia menilai, seluruh pihak harus tunduk terhadap proses hukum yang sedang berjalan.

“Kami menegaskan, DPR akan ikut mengawal persoalan ini hingga tuntas. Alat kelengkapan dewan (AKD) terkait juga akan ambil bagian bersama pemerintah dalam mengevaluasi sistem pendidikan di pesantren untuk mengantisipasi terulangnya kasus kekerasan,” kata Puan.

Di sisi lain, Ketua DPP PDIP itu mendorong pemerintah mengawasi secara ketat proses pembinaan terhadap para terduga pelaku kekerasan yang merupakan peserta didik. Apalagi, kata Puan, jika para terduga pelaku masih di bawah umur.

“Mereka harus mendapat pembinaan yang tepat dan jangan sampai justru menimbulkan korban baru,” katanya.

Puan berharap kasus ini tidak mendiskreditkan peran pesantren. Sebagai kata dia, kasus kekerasan tidak dapat digeneralisasi sebab sifatnya oknum yang melakukan.

“Pondok pesantren sejak dulu memiliki peran dan pengaruh signifikan dalam proses pembangunan berbangsa dan bernegara. Selama ini, pondok pesantren telah berkontribusi menciptakan sumber daya manusia unggul (SDM) yang penuh akhlak,” papar Puan.

“Jangan sampai satu kasus mencoreng nilai-nilai yang telah dibangun pondok pesantren untuk membantu membangun bangsa,” sambungnya.

Puan juga mendukung upaya Kementerian Agama (Kemenag) yang akan menyusun regulasi untuk mengantisipasi kasus kekerasan di lembaga pendidikan agama dan keagamaan. Menurutnya, Kemenag memang harus melakukan pengawasan lebih terhadap Ponpes sekalipun Pesantren merupakan lembaga independen.

“Hal ini perlu dilakukan agar kasus kekerasan atau penganiayaan di pesantren tidak terulang. Serta agar ada aturan yang rigid dalam mengatasi persoalan kekerasan di lingkungan lembaga pendidikan agama dan keagamaan,” ujar Puan.