JAKARTA - Hujan selama 12 jam yang terjadi di DKI Jakarta dan sekitarnya pada malam pergantian tahun membawa imbas banjir di beberapa wilayah Jabodetabek. Banjir yang ibarat kado tahun baru ini mengakibatkan 60 orang meninggal dunia dan 173.050 jiwa terpaksa mengungsi.
Kejadian ini terjadi di awal musim penghujan, padahal diperkirakan puncak musim ini untuk di kawasan Jakarta dan sekitarnya akan terjadi pada Februari mendatang. Lantas, bagaimana agar banjir semacam ini tidak terjadi lagi?
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) Letjen TNI Doni Munardo mengatakan, bencana - terutama - banjir tak bisa dihadapi oleh satu lembaga saja. Menurutnya, perlu ada kebersamaan dan langkah serius dalam mengentaskan masalah banjir serta satu program yang terus-menerus dilakukan bukan hanya saat banjir sudah terjadi. Jadi tidak sekadar seremoni belaka.
"Mengurusi lingkungan hendaknya menjadi suatu program yang rutin terus-menerus. tidak bisa hanya sekadar seremoni pada hari tertentu, tapi harus sepanjang waktu," kata Doni kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 23 Januari.
Doni juga mengatakan, pada 31 Oktober 2019 mereka telah mengirimkan surat edaran ke berbagai instansi dan kepala daerah untuk mengantisipasi bencana dan memperkuat early warning system. Selain surat edaran, BNPB juga sudah melakukan pertemuan dengan pemerintah daerah, TNI, dan Polri.
BACA JUGA:
Dia menilai, sudah ada beberapa daerah yang berhasil memperkuat early warning system. "Di daerah ada yang sukses," ungkap Doni tanpa menjelaskan daerah yang dia maksud suskses menerapkan sistem tersebut.
Doni memang paham banjir adalah fenomena alam yang mungkin sulit dicegah. Tapi dia meyakini, pemda harusnya bisa mengantisipasi kerugian materil bagi masyarakat dan korban jiwa dengan cara melakukan sejumlah persiapan. Contohnya, kata dia, seperti yang dilakukan oleh Pemda Konawe Utara.
"Kenapa berhasil tidak ada korban (saat bajir bandang di Konawe Utara)? Karena perangkat daerah itu turun ke lapangan bersama masyarakat mengajak penduduk yang berada di bantaran sungai untuk dievakuasi. Ketika banjir bandang terjadi, rumahnya hanyut, masyarakat tidak ada yang meninggal dunia satu pun," jelasnya.
Berkaca dari kejadian itu, Doni menegaskan sukses atau tidaknya pembangunan dan penguatan early system warning tergantung dari masing-masing kepala daerahnya yang harusnya lebih serius bekerja untuk rakyatnya.
"Seluruh pejabat diharapkan bisa lebih peduli, terutama dalam menghadapi musim-musim hujan begini. Kalau perlu tidurnya dikurangi, siaga terus," tegas dia.
Selain soal early warning system, Doni juga mengatakan komunikasi yang baik dari hulu ke hilir harusnya bisa dilakukan. Tujuannya agar segala informasi cepat tersalurkan.
Ada baiknya juga, kata Doni, pejabat daerah di hulu dan hilir membuat WhatsApp Group. Tujuannya agar segala informasi dan data benar-benar mudah tersampaikan. "Bentuk grup-grup WhatsApp untuk mendapatkan data-data yang benar, jangan terpengaruh oleh hoaks, berita-berita bohong sehingga masyarakat juga mendapatkan informasi yang akurat," ujarnya.
Ingatkan drainase dan sungai bebas sampah
Selain mengingatkan early warning system agar makin diperkuat dan kepala daerah harus sigap, Doni juga menyinggung soal drainase dan sungai. Menurut dia, drainase serta sungai adalah hal penting yang harus diperhatikan agar terbebas dari sampah selama musim penghujan. Tujuannya, agar air bisa cepat mengalir tanpa perlu menggenang lebih lama dan mengakibatkan banjir.
"Ini harus ada keseriusan untuk membersihkan drainase terutama gorong-gorong, sungai-sungai kecil, anak sungai. Tidak boleh ada sampah," kata dia.
Dia tak menampik, ketika belum memasuki musim penghujan banyak wilayah yang tak memperhatikan sungai yang ada dan berimbas banyaknya sampah di sana. Padahal, sungai ini bermanfaat untuk mengalirkan air ke laut.
"Nah, ketika sungainya itu penuh sampah otomatis airnya akan meluap," tegas Doni sambil menambahkan tiap daerah harusnya punya program untuk mengurusi lingkungan.
Diketahui, beberapa waktu yang lalu, BMKG telah memprediksi puncak musim hujan tahun 2020 akan terjadi pada Februari-Maret. Sementara musim kemarau diprediksi terjadi pada bulan April-Oktober 2020.
"Puncak musim hujan terjadi Februari-Maret, dan musim kemarau April. Maka dimohon Februari-Maret ini dioptimalkan resapan-resapan air yang jatuh akibat hujan yang melimpah," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati pada bulan Desember 2017 yang lalu.
Dia juga mengingatkan agar resapan air disediakan saat musim hujan. Tujuannya, untuk mengantisipasi musim kemarau panjang yang akan terjadi di bulan April.
"Segera disiapkan peresapan-peresapan air hujan terutama untuk lahan yang datar, bukan di lahan yang miring. Karena kalau diresapkan di lahan yang miring justru akan mendorong terjadinya longsor," tutupnya.