Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mewajibkan seluruh bayi baru lahir di Indonesia menjalani Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK). Langkah itu untuk mendeteksi sejak dini potensi kekurangan hormon tiroid yang dapat memicu gangguan metabolisme.

"Mulai hari ini, semua bayi yang lahir di Indonesia harus diperiksa SHK untuk menjaring apabila ada risiko kelainan dalam tumbuh kembang anak," kata Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono melalui keterangan tertulisnya, dikutip dari Antara, Kamis 1 September.

Kebijakan itu ditandai dengan peluncuran ulang Program SHK bayi baru lahir di Puskesmas Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu 31 Agustus.

Dia mengatakan, kebijakan itu bagian dari implementasi transformasi layanan primer yang menekankan pada upaya promotif preventif mengingat sebagian besar kasus kekurangan Hipotiroid Kongenital tidak menunjukkan gejala.

"Tidak disadari oleh orang tua, gejala khas baru muncul seiring bertambahnya usia anak," tuturnya.

Skrining Hipotiroid Kongenital adalah skrining yang dilakukan pada bayi baru lahir untuk memilah bayi yang menderita HK dan bayi yang bukan penderita.

Skrining itu dengan pengambilan sampel darah pada tumit bayi yang berusia minimal 48 sampai 72 jam dan maksimal dua pekan oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan ibu dan anak sebagai bagian dari pelayanan neonatal esensial.

Darah diambil sebanyak dua sampai tiga tetes dari tumit bayi, kemudian diperiksa di laboratorium. Apabila hasilnya positif, bayi harus segera diobati sebelum usianya satu bulan agar terhindar dari kecacatan, gangguan tumbuh kembang, keterbelakangan mental dan kognitif.

"Setetes darah tumit menyelamatkan hidup anak-anak bangsa. Karena begitu tahu kadar tiroidnya rendah, langsung diobati. Pengobatannya bisa berlangsung seumur hidup supaya mereka bisa tumbuh dan berkembang secara optimal," ujarnya.

Pada pencanangan secara nasional ini, Wamenkes Dante Saksono Harbuwono melakukan dialog interaktif secara virtual dengan tenaga kesehatan di beberapa provinsi.

Pihaknya berpesan agar pemeriksaan HK kembali digencarkan, agar anak yang memiliki risiko HK dapat segera ditemukan dan ditangani.