JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mendalami upaya penyelundupan 300 ribu benih bening lobster (BBL) atau benur dari Indonesia ke Singapura. Aksi itu berhasil digagalkan lantaran selama ini negeri jiran tersebut tidak memiliki program budidaya lobster.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin menjelaskan, negara yang memiliki teknologi mumpuni untuk membudidaya lobster adalah Vietnam, bukan Singapura.
"Yang saya ketahui, Singapura tidak melakukan budidaya, tapi Vietnam miliki teknologinya dan melaksanakan kegiatan budidaya di sana," kata Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin, Senin 29 Agustus dinukil dari Antara.
Laksda Adin juga mengatakan selama ini Vietnam terkenal sebagai negara pengekspor lobster siap konsumsi terbesar dunia. Namun, seperti diketahui, Vietnam melakukan budidaya lobster dengan benih lobster dari Indonesia yang selama ini diekspor secara ilegal.
Oleh karena itu, ujar Dirjen PSDKP KKP itu, pemerintah Indonesia kembali melarang ekspor benih lobster pada 2021. Ekspor benur sebelumnya juga dilarang di era Menteri KP Susi Pudjiastuti, tepatnya sepanjang 2016-2020.
Melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Negara Republik Indonesia, tiga komoditas yaitu lobster, kepiting dan rajungan dilarang untuk dibudidayakan dan didistribusikan ke luar wilayah Indonesia.
Pelarangan dilakukan sejalan dengan program strategis KKP untuk meningkatkan daya dukung lingkungan dengan budidaya ikan yang raah lingkungan, baik budidaya laut dan pesisir untuk meningkatkan produksi perikanan bernilai ekspor dan pemenuhan dalam negeri.
Lebih lanjut, Laksda Adin juga mengatakan pihaknya akan mendalami penerimaan BBL di Singapura yang tampak seperti kedatangan kapal resmi.
Ia mengungkapkan dalam upaya penggagalan penyelundupan BBL ke Singapura lewat perairan Batam, Kepri, pada Minggu (29/8) itu, pelaku penyelundupan menggunakan kapal cepat (speedboat) dan menunggu hingga pukul 17.30 sesuai jadwal penerimaan kapal di Singapura.
"Karena informasi yang kami terima, di Singapura seperti dijadwal untuk kedatangan pelaku BBL dari Indonesia. Ini perlu pendalaman, karena saya tidak boleh asumsi bahwa pihak Singapura menerima secara legal dari Indonesia," katanya.
Menurut Laksda Adin, pihaknya mendapatkan informasi bahwa kedatangan kapal speedboat penyelundup seakan telah terjadwal. Namun, karena adanya pemantauan dari PSDKP KKP, mereka menunggu hingga sore hari agar kondisi gelap dan tidak mudah dideteksi.
Hingga akhirnya kapal penyelundup itu bergerak menuju Singapura tetapi kemudian berbalik arah dan terjadi aksi kejar mengejar dengan armada URC Hiu Biru 02 milik KKP.
BACA JUGA:
Aksi kejar mengejar pun berakhir saat speedboat itu kandas di karang di Pulau Sambu. Meski pelaku berhasil melarikan diri, kapal dan benih lobster yang akan diselundupkan berhasil diamankan.
"Terkait resmi atau tidaknya yang jelas ini ilegal barang dari Indonesia, masuk ke Singapura. Maka dengan dalih apapun, ini perlu didalami," katanya.
Mengacu pada UU Perikanan Pasal 88, maka setiap orang yang dengan sengaja memasukkan, mengeluarkan, mengadakan, mengedarkan, dan/atau memelihara ikan yang merugikan masyarakat, pembudidayaan ikan, sumber daya ikan, dan/atau lingkungan sumber daya ikan ke dalam dan/atau ke luar wilayah pengelolaan perikanan RI dipidana dengan pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.