Pengacara Ade Yasin Minta KPK Tindak Tegas Auditor BPK Nakal
Kuasa Hukum Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin, Dinalara Butar Butar, di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat. (ANTARA/M Fikri Setiawan)

Bagikan:

BANDUNG  - Pengacara Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin, Dinalara Butar Butar, meminta KPK menindak tegas oknum auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) nakal yang meminta uang kepada pemerintah daerah.

"Artinya kalau KPK sudah berani mengatakan itu, KPK harus bertindak tegas kepada BPK-nya menurut saya. Jangan sampai ada satu lembaga yang selama ini menurut kita terhormat bisa menangkal terjadinya korupsi, justru patut diduga melakukan pemerasan," kata Dinalara di sela sidang perkara dugaan suap auditor BPK di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat dilansir ANTARA, Senin, 22 Agustus.

Pernyataan Dinalara itu menanggapi pernyataan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang mengimbau semua pemda agar tidak melayani para auditor nakal yang meminta uang dalam pemeriksaan laporan keuangan pemda untuk tujuan meraih opini wajar tanpa pengecualian (WTP).

Dinalara menyebutkan pesan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata itu juga telah disampaikan hakim anggota Fernando dalam sidang perkara dugaan suap auditor BPK RI Perwakilan Jawa Barat saat agenda pemeriksaan saksi-saksi pada pekan lalu.

"Artinya klop dengan pendapat majelis hakim Pak Fernando pada pekan yang lalu. Bahkan, beliau mengatakan kepada Yukie Meistisia Ananda Putri dari dinas (saksi), ngapain kamu ngasih uang kepada bandit-bandit BPK pemeras itu," kata Dinalara.

Dia berharap KPK tidak tinggal diam atas dugaan pemerasan yang kerap dilakukan oleh oknum auditor BPK RI.

"Dengan kewenangan dia (BPK) yang begitu besar dapat memeriksa seluruh institusi di seluruh Indonesia, bahkan pengadilan dan KPK saja bisa dia periksa. Ini harus ada tindakan tegas dari KPK," tegasnya.

Sebelumnya pada Kamis, 18 Agustus, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menasehati semua pemerintah daerah berkaitan kasus laporan keuangan BPK yang terjadi di Pemprov Sulawesi Selatan dan Pemkab Bogor.

"Kepada setiap pemerintah daerah ya, setiap tahun itu berhadapan dengan auditor BPK, tolong ya supaya kalau ada permintaan-permintaan uang seperti ini tidak dilayani. Laporkan segera ke inspektorat BPK supaya ada tindakan juga buat auditor nakal," ujar Alex.

Pada agenda sidang perkara dugaan suap auditor BPK Perwakilan Jawa Barat, para saksi yang dihadirkan jaksa KPK mengungkap modus-modus permintaan uang yang dilakukan oleh oknum auditor BPK kepada para pegawai Pemerintah Kabupaten Bogor.

Salah satunya Mujiyono, Kasubbag Keuangan Kecamatan Cibinong, mengaku sempat dimintai uang oleh auditor BPK bernama Gerri Ginajar Trie Rahmatullah yang kini berstatus tersangka oleh KPK.

Menurutnya, Gerri meminta uang senilai Rp900 juta yang merupakan asumsi 10 persen dari nilai pagu pekerjaan infrastruktur pada beberapa kelurahan di Kecamatan Cibinong.

"Setelah permintaan Gerri, saya melaporkan ke camat, kemudian camat memanggil lurah. Kemudian saya sampaikan ada permintaan dari BPK 10 persen dari infrastruktur," ujarnya.

Mujiyono menyebutkan saat itu semua lurah keberatan dengan permintaan oknum auditor BPK karena kondisi keuangan yang memprihatinkan. Para lurah bahkan mengaku siap diaudit secara terang-terangan oleh auditor BPK mengenai seluruh laporan pekerjaan infrastruktur.

"Jangankan untuk menutupi Rp900 juta, untuk menangani COVID warga yang terpapar saja bingung. Gerri tetap meminta uang antara lima persen sampai 10 persen. Saya menyampaikan para lurah siap diperiksa oleh BPK. Lurah tidak ada takutnya," beber Mujiyono.

Hal senada diungkapkan Achmad Wildan, Kabag Anggaran Pada BPKAD Kabupaten Bogor, yang mengaku pernah dimintai uang dengan alasan ongkos ketik oleh auditor BPK bernama Hendra Nur Rahmatullah yang kini juga berstatus tersangka oleh BPK.

Saat itu, Wildan sempat ingin memberikan uang tunai senilai Rp5 juta, tapi ditolak oleh Hendra dengan alasan nominalnya terlalu kecil.

"Saya berikan awalnya Rp5 juta tapi ditolak oleh Hendra. Tambah lagi atuh karena dua orang katanya, dengan Pak Amir (pegawai BPK). Akhirnya ditambah Rp5 juta lagi," kata Wildan.