YOGYAKARTA – Salah satu tempat yang bisa menjadi destinasi wisata sekaligus tempat untuk belajar sejarah adalah museum. Bagi Anda yang tinggal di Banten dan DKI Jakarta, Museum Multatuli Rangkasbitung bisa menjadi salah satu tujuan yang tepat.
Bukan sembarang museum, ini adalah museum anti-kolonialisme pertama di Indonesia. Museum ini berlokasi di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengunjung museum tidak dikenai biaya tiket masuk, alias gratis. Lokasinya juga tidak jauh dari Stasiun Kereta Api Rangkasbitung, tepatnya di Jalan RM. Nata Atmaja.
Museum Multatuli Rangkasbitung menampilkan 34 artefak, baik yang asli maupun replika, yang menjadi sarana untuk belajar sejarah. Ini merupakan museum yang tampil sebagai wahana pembelajaran sejarah dan detinasi wisata yang tidak jauh dari ibu kota.
Pendirian Museum Multatuli
Jika Anda berkunjung ke museum ini, Anda akan disambut oleh patung Multatuli sedang membaca buku ketika memasuki kawasan museum. Sementara, patung Saijah tampak berdiri tegak, sedangkan patung Adinda duduk di kursi panjang sambil memandangi rak buku.
Dikutip dari laman resmi Dinas Pariwisata Provinsi Banten, Saijah dan Adinda merupakan dua tokoh yang diceritakan dalam salah satu bab buku Max Havelaar, karya Multatuli. Patung-patung tersebut merupakan patung yang terbuat dari tembaga, hasil karya Dolorosa Sinaga.
Saat Anda mulai memasuki ruangan museum, Anda akan melihat wajah Multatuli yang terbuat dari kaca dengan sepenggal kalimat “Tugas Manusia Adalah Menjadi Manusia”.
Ide pendirian Museum Multatuli sudah ada sejak tahun 1990-an. Ide tersebut berlanjut di tahun 2000-an, tepatnya pada 2009. Namun, museum tersebut baru benar-benar dibangun pada 2015.
Tahun 2016, delegasi pejabat dan guru Pemkab Lebak mengunjungi Belanda kemudian berkunjung ke Arsip Nasional Belanda dan Museum Multatuli di Amsterdam. Hal tersebut dilakukan untuk membangun komunikasi serta persahabatan antarlembaga demi keberlangsungan Museum Multatuli yang telah dirintis di Lebak, Banten.
Setahun kemudian, dilakukan proses pengisian koleksi dan pembuatan story line museum. Kegiatan tersebut terdiri dari pengadaan interior, film dokumenter, dan pengadaan patung interaktif Multatuli, Saidjah, serta Adinda.
Satu tahun berselang, tepatnya 11 Februari 2018, Museum Multatuli dibuka untuk umum. Peresmian dilakukan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Hilmar Farid, dan Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya.
Menilik Bangunan dan Isi Museum Multatuli
Bangunan yang berisi pengetahuan dan bukti sejarah ini dahulu adalah Gedung kuno yang didirikan pada 1923. Pada zaman dahulu, Gedung ini difungsikan sebagai kantor sekaligus kediaman bagi wedana Lebak.
Museum Multatuli punya tujuh ruang yang digunakan untuk memarkan berbagai hal. Masing-masing ruangan mewakili periode kolonilisme di Nusantara. Ruang pertama telah disebutkan pada bagian sebelumnya, yaitu ruangan yang berisi wajah Multatuli.
Masuk ke ruang kedua, Anda akan melihat berbagai barang pameran yang mengisahkan masa awal kedatangan para penjelajah Eropa ke Nusantara. Ruang ketiga mengisahkan periode tanam paksa yang memiliki fokus budidaya kopi.
Ruang keempat adalah ruang Multatuli dan pengaruhnya terhadap para tokoh pergerakan kemerdekaan. Masuk ke ruang kelima, kisah yang disajikan adalah gerakan perlawanan rakyat Banten dan gerakan pembebasan bangsa dari penjajahan Belanda.
Ketika Anda masuk ke ruang keenam, Anda akan melihat berbagai barang yang berkaitan dengan rangkaian peristiwa penting di Lebak dan era purbakala. Sementara, ruang ketujuh berisi foto-foto orang yang pernah lahir, menetap, dan terinspirasi dari Lebak.
Berkunjung ke Museum Multatuli akan membuka wawasan kesejarahan Nusantara terkait anti-kolonialisme, terutama di Lebak. Selain itu, tempat ini bisa menjadi tujuan wisata, terlebih lagi karena desain ruang dan beberapa penyajian informasi secara menarik.