JAKARTA - Dinas Pendidikan DKI Jakarta menindaklanjuti rekomendasi dari Fraksi PDIP DPRD DKI terkait upaya pencegahan terulangnya tindakan intoleransi dan diskriminasi di sekolah.
Salah satu yang dilakukan adalah proses edukasi mengenai keberagaman dan toleransi.
Kepala Sudindik Wilayah I Jakarta Utara, Sri Rahayu Asih Subekti mengatakan, pihaknya rutin melakukan pengawasan terhadap kegiatan di sekolah termasuk para guru dan siswa. Ia menyebut, pentingnya mengedepankan keterbukaan dalam berkomunikasi agar tak terjadi tindakan diskriminasi.
"Jadi semua pergerakan di sekolah kita ajak ngobrol semua terkait dengan profil pelajar Pancasila. Jadi kegotongroyongan, kebhinekaan itu kita tekankan untuk diutarakan dan ternyata tidak ada satupun (kasus diskriminasi)," kata Asih saat dihubungi, Senin, 15 Agustus.
Khusus mengenai penggunaan seragam sekolah, Asih menuturkan pihaknya menekankan kepada sekolah untuk mematuhi SKB tiga Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut serta Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 178 Tahun 2014 tentang penggunaan seragam sekolah di sekolah negeri.
Karenanya, para guru dan tenaga kependidikan lainnya dilarang memaksa siswa dalam menggunakan pakaian yang bertentangan dengan kepercayaan agamanya atau mengenai pemaksaan penggunaan hijab.
"Karena kami kan sudah punya role dari Permendikbud dan Pergub yang terkait juga dengan seragam dan lain-lain. Jadi intinya kita terbuka kalo ada maasalah apapun dibicarakan," papar dia.
BACA JUGA:
Terpisah, Kepala Sub Koordinator Humas dan Kerja Sama Antarlembaga Disdik DKI Jakarta Taga Radja Gah juga menjamin pihaknya bakal memberikan sanksi tegas kepada guru intoleran di sekolah.
“Untuk sanksi tegas nantinya juga berlaku bagi seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI khususnya di bidang pendidikan,” tutur Taga.
Terkait kasus dugaan pemaksaan penggunaan hijab di sejumlah sekolah negeri di Jakarta, Dinas Pendidikan sudah menindaklanjuti dengan penjatuhan hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
“Jadi tidak ada pasal yang menyebutkan kata wajib, tapi dapat disesuaikan dengan agama, keyakinan, dan keterpanggilan peserta didik yang bersangkutan,” kata dia.