JAKARTA - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampisus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah mengatakan pihaknya bakal memproses Surya Darmadi, tersangka kasus korupsi penguasaan lahan sawit yang merugikan negara Rp78 triliun secara in absentia.
“In absentia, sudah proses,” kata Febrie saat dilansir ANTARA, Rabu, 10 Agustus.Upaya ini dilakukan karena sampai saat ini penyidik belum dapat menghadirkan Surya Darmadi. Penyidik telah melakukan pemanggilan secara patut sebanyak tiga kali terhadap tersangka.
Surat panggilan tersebut telah dikirimkan ke alamat rumah tinggalnya yang ada di Jakarta, lalu ke alamat kantor Duta Palma Group di Palma Tower, Pondok Pinang, Jakarta Selatan, termasuk tempat tinggalnya di Singapura.
Belum lama ini Kementerian Urusan Luar Negeri Singapura mengeluarkan pernyataan resmi yang menyebutkan bahwa Surya Darmadi tidak berada di negara singa putih tersebut.
Merespons hal itu, Febrie mengatakan pihaknya melalui Atase Kejaksaan di Singapura masih melakukan pembicaraan. Penyidik Jampidsus masih melakukan proses pencarian buronan Surya Darmadi.
“Posisinya yang jelas penyidik masih mencari itu, namanya buron kan. Tidak di Singapura, tapi di tempat lain juga sedang dicari penyidik,” kata Febrie.
Menurut dia, persidangan in absentia akan digelar jika pihaknya gagal menghadirkan Surya Darmadi ke Tanah Air. Ini juga terkait dengan batasan waktu proses penyidikan yang dilakukan penyidik Gedung Bundar.
Febrie menegaskan, mekanisme persidangan in absentia tidak akan menghilangkan kesempatan jajaran Kejagung untuk memulangkan Surya Darmadi ke Tanah Air. Karena, putusan persidangan tersebut menjadi kekuatan hukum lebih kuat untuk mengkestradisi terdakwa.
Selain itu, kata Febrie, persidangan in absentia juga tidak menghalangi kejaksaan dalam upaya pemulihan aset. Justru, kerugian dari pihak Surya Darmadi bila persidangan in absentia dilaksanakan.
“Kalau sudah in absentia malah dia (Surya) yang rugi, dia kan tidak bisa melakukan pembelaan secara sempurna, in absentia kan kami sidangkan tanpa dia, tujuan kami adalah memang nanti akan kami rampas asetnya,” kata Febrie.
Dalam kasus ini, penyidik juga mentersangkakan Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008 Raja Thamsir Rachman.
Pada Senin (1/8) lalu, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengungkap bahwa estimasi kerugian keuangan dan perekonomian negara yang ditimbulkan perkara itu mencapai Rp78 triliun.
Ada pun kronologis singkat kasus ini pada 2003, Surya Darmadi disebut melakukan kesepakatan dengan Raja untuk mempermudah izin kegiatan usaha lima perusahaannya di bawah grup Duta Palma.
Kelima perusahaan yang dimaksud adalah PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu, dan PT Kencana Amal Tani.
Kemudian, usaha budidaya perkebunan dan pengolahan kelapa sawit itu terletak di kawasan hutan produksi konversi (HPK), hutan produksi terbatas (HPT), dan hutan penggunaan lainnya (HPL) di lahan seluas 37 ribu hektare.
Menurut Burhanuddin, kelengkapan perizinan dibuat secara melawan hukum dan tanpa didahului dengan izin prinsip maupun analisis dampak lingkungan. Di samping itu, grup perusahaan Surya Darmadi juga tidak memenuhi kewajiban hukum dalam menyediakan pola kemitraan sebesar 20 persen dari total areal kebun yang dikelola.
BACA JUGA:
Beda dengan KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tetap berupaya menyeret pemilik PT Duta Palma Group, Surya Darmadi yang masih buron ke persidangan. Langkah ini berbeda dengan Kejaksaan Agung yang membuka peluang melaksanakan sidang in-absentia atau tanpa kehadiran.
Plt. Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan langkah ini diambil karena Surya ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap. Sementara Kejaksaan Agung menetapkannya sebagai tersangka korupsi yang menimbulkan kerugian negara.
"(Di KPK, red) dia diduga sebagai pemberi suap. Sehingga kita tidak berbicara tentang kerugian negara. In-absentia itu bisa dilakukan kalau ujungnya ada perampasan hasil tindak pidana korupsi dari kerugian negara itu tadi," kata Ali kepada wartawan di Gedung Rupbasan KPK, Cawang, Jakarta Timur, 10 Agustus.
Alasan inilah yang membuat KPK tak akan menyidangkan Surya Darmadi secara in-absentia. Sebagai penyuap, dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Untuk pemberi (suap, red) apa dikenakan uang pengganti? Kan tidak. Nah ini yang kemudian membuat KPK sejauh ini tidak mengambil opsi in-absentia karena pasalnya pasal suap berbeda dengan pasal 2, pasal 3 yang bisa dilakukan penyitaan aset," ujar Ali.