Patra M Zen, Pernah Jadi Pengacara Anas Urbaningrum dan Ketua YLBHI Kini Kuasa Hukum Istri Irjen Ferdy Sambo
Patra M Zen, pengacara istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. (Antara-Reno I)

Bagikan:

JAKARTA - Patra M Zen, pengacara istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, menegaskan kuasa hukum keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J tidak menyampaikan informasi ke publik berdasarkan asumsi.

Menurutnya, seluruh pihak yang mengeluarkan pernyataan terkait kasus kematian Brigadir J di rumah Kadiv Propam Polri harus berdasarkan fakta-fakta.

"Saya ingatkan advokat itu profesi ahli hukum, bukan ahli nujum atau ahli sihir," kata Patra, Rabu, 27 Juli.

Dalam kasus kematian Brigadir J dalam baku tembak dengan Bharada E di rumah dinas Kadiv Propam Polri nonaktif Irjen Ferdy Sambo, Patra M Zen baru terlihat publik. Kasus saling tembak antar-anggota polisi itu terjadi pada Jumat 8 Juli sore.

Patra M Zen diketahui merupakan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) periode 2006-2011.

Sebelum dikenal di dunia hukum, Patra adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Palembang, lulusan 1998. Gelar doktor dengan fokus Hukum Pidana kemudian diperolehnya di Universitas Krisnadwipayana pada tahun 2020.

Namun sebelum predikat doktor diperolehnya, Patra sempat mendapatkan gelar LL.M ketika mengenyam pendidikan selama setahun di University of Essex Inggris pada 2001. Ia mengambil konsentrasi International Human Rights Law.

Karier

Ia mengawali kariernya sebagai asisten pembela umum ketika bergabung dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sumatera Selatan pada 1995.

Ketika di Sumsel itu, Patra juga aktif di Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menjabat sebagai Kepala Kompartemen Civic Education.

Selain bidang hukum dan lingkungan, Patra juga berkecimpung menjadi aktivits kepemiluan di Sumsel. Ia menjabat peneliti di Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) hingga 1999.

Langkah selanjutnya dipijakan Patra di Provinsi Aceh. Ia menjadi staf asistensi LBH Banda Aceh pada 2000. Namun tak perlu waktu lama bagi dirinya untuk berpindah ke ibu kota di tahun yang sama.

Patra menerapkan keilmuaannya di LBH Jakarta sebagai staf Divisi Hak-hak Sipil Politik YLBHI dan Kepala Divisi Riset, Publikasi dan Pendidikan.

Ia sempat menjadi dokumentalis di Human Rights Centre saat mengenyam pendidikan di University of Essex pada 2001-2002.

Kariernya kembali berlanjut sebagai dosen mata kuliah Sistem Hukum Indonesia di Universitas Paramadina dari tahun 2004-2007. Kegiatannya itu diselingi dengan tugas sebagai Indonesian Legal Literacy and Access to Justice Expert and Interpreter di British Council Indonesia yang berakhir tahun 2007.

Di sela dua kegiatannya terakhir, Patra menjabat sebagai Ketua YLBHI pada 2006.

Namun pada 2008, kesibukannya tertuju pada Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) hingga 2008.

Ia merupakan anggota kelompok kerja bidang hukum yang difasilitasi Bappenas yang tugasnya menyusun Cetak Biru Rekonstruksi dan Rehabilitasi di Aceh dan Sumatra Utara.

Kemudian, anggota Tim Analisis KPP HAM Komnas HAM Peristiwa Wamena dan Wasior, Papua.

Pada 2011, pria kelahiran Jakarta pada 1975 itu juga sempat menangani kasus besar dengan terdakwa mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum.

Patra menjadi tim pengacara Anas yang kala itu terjerat kasus mega korupsi proyek Wisma Atlet Hambalang yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada 2013, Anas ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK dan divonis hakim 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider kurungan 3 bulan pada Februari 2014.