JAKARTA - Polres Banyuasin, Sumatera Selatan menangkap tiga orang diduga pelaku pengoplos pupuk bersubsidi yang selama ini meresahkan kalangan petani.
Ketiga pelaku yang kini sudah jadi tersangka itu, berinisial FR (36), RS (24) dan M (44) warga Desa Santan Sari, Kecamatan Sembawa.
Kasat Reskrim Polres Banyuasin AKP Hary Dinar menjelaskan, ketiga tersangka ditangkap dalam operasi penggerebekan sebuah rumah di Desa Santan Sari, Rabu 20 Juli lalu.
Kebetulan juga saat digerebek, mereka sedang mengoplos pupuk.
Operasi penangkapan tersebut dilakukan Satreskrim Polres Banyuasin dari hasil penyelidikan setelah menindaklanjuti laporan kalangan petani yang resah atas beredarnya pupuk oplosan di Banyuasin beberapa bulan terakhir.
“Tersangka FR pemodal, kemudian RS dan M pekerjanya yang mengoplos pupuk subsidi pemerintah,” kata dia, Senin 25 Juli dikutip dari Antara.
BACA JUGA:
Ia menjelaskan, tersangka mengaku pupuk subsidi yang mereka oplos didapatkan dari seorang pialang wilayah Belitang, Ogan Komering Ulu Timur dan Lampung.
Dari pialang tersebut para tersangka mendapatkan dua jenis pupuk subsidi pemerintah yakni Fosfat SP-36 dan Phonska Lampung total seberat 28,70 ton dalam ratusan karung dengan harga beli senilai Rp200 ribu per karung.
Tersangka keluarkan pupuk dari karung bermerek pupuk subsidi lalu, lanjutnya, menggantikannya dengan karung pupuk bermerek nonsubsidi kemudian menjualnya kembali ke petani senilai Rp300 ribu per karung.
"Petani jadi rugi tentunya ada selisih harga di sana dan kualitas pupuknya pun jadi diragukan,” kata dia, wilayah pemasaran pupuk oplosan tersebut juga diedarkan tersangka meliputi Musi Banyuasin, dan Provinsi Jambi.
Para tersangka telah diringkus di Markas Polres Banyuasin untuk penyelidikan lebih lanjut, beserta barang bukti ratusan sak pupuk fosfat SP-36, Phonska Lampung, pupuk non subsidi merek Mahkota TSP, Hi-Kay Medan, Hi-Kay Padang, Hai-Kay Palembang, enam rol benang jahit warna putih, delapan rol benang janit kuning, dua mesin jahit, timbangan ukuran 60 kilogram dan satu unit gawai.
Mereka dijerat Pasal 122 Juncto 73 UU No 22 tahun 2019 tentang sistem budidaya pertanian berkelanjutan Juncto Pasal 8 ayat (1) huruf e UU nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dengan ancaman pidana penjara 6 tahun dan denda senilai Rp3 juta.