Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Rofik Hananto menilai sistem pembelian BBM jenis Pertalite dan solar melalui aplikasi MyPertamina mempersulit atau menambah keribetan rakyat dalam memperoleh haknya.

“Sistem penggunaan aplikasi MyPertamina untuk pembelian Pertalite dan Solar menurut saya kurang tepat, justru menambah keribetan rakyat dalam memperoleh haknya,” ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu 2 Juli.

Ia menambahkan, latar belakang kebijakan ini adalah untuk mengatur distribusi BBM bersubsidi, khususnya Pertalite dan solar agar tepat sasaran yaitu rakyat yang tidak mampu. Namun demikian kebijakan ini masih belum jelas tujuannya. Menurutnya, di era teknologi sekarang ini harusnya membuat semua serba simpel, tapi kebijakan ini malah dibuat ribet.

"Yang pertama adalah siapa yang bisa mendaftar di sistem Mypertamina? Apa kriterianya? Bagaimana Pertamina tahu yang mendaftar ini adalah mereka yang berhak? Apakah ada data DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) yang menjadi pembandingnya. Kalau iya, kita semua tahu kalau data DTKS tidak akurat. Tanpa ada kriteria yang jelas, siapapun bisa mendaftar di MyPertamina, termasuk juga orang kaya yang tidak berhak,” pungkasnya.

Sebelumnya, PT Pertamina (Persero) melalui Pertamina Patra Niaga mengumumkan pendaftaran Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertalite maupun Solar subsidi lewat website MyPertamina khusus untuk kendaraan roda empat atau mobil.

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting mengatakan, pendaftaran bertujuan untuk mencocokan data antara yang didaftarkan oleh masyarakat dengan dokumen dan kendaraan yang dimiliki.

Irto juga menyebut 60 persen masyarakat yang menggunakan BBM subsidi adalah termasuk kalangan kaya.

"60 persen masyarakat mampu atau yang masuk dalam golongan kaya ini mengonsumsi hampir 80 persen dari total konsumsi BBM bersubsidi. Sedangkan 40 persen masyarakat rentan dan miskin hanya mengonsumsi 20 persen dari total subsidi energi tersebut," kata Irto Ginting, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga saat Press Conference di Graha Pertamina Jakarta, Kamis, 30 Juni.

Penggunaan subsidi tidak tepat sasaran ini mendorong Pertamina Patra Niaga sebagai Subholding Commercial and Trading Pertamina mengupayakan mekanisme yang dapat memastikan subsidi tetap sasaran. Menurut Irto, subsidi yang tepat sasaran ini penting, mengingat Pemerintah telah mengalokasikan dana hingga Rp 520 triliun untuk subsidi energi pada tahun 2022.