Bagikan:

MATARAM - Tim Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat memeriksa sejumlah pegawai salah satu bank konvensional terkait dengan dugaan korupsi penyaluran dana kredit usaha rakyat (KUR) untuk masyarakat petani di  Lombok Tengah dan Lombok Timur.

Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputra membenarkan adanya kegiatan penyidik pidana khusus terkait dengan pemeriksaan dari pihak bank konvensional tersebut.

"Iya, pemeriksaannya sebagai saksi berlangsung mulai Rabu (29/6)  dan hari ini. Kemungkinan besar terkait dengan penyerahan berkas kepada penyidik," kata Efrien dilansir ANTARA, Kamis, 30 Juni.

Pegawai bank konvensional tersebut datang dengan menggunakan kendaraan roda empat. Terlihat sedikitnya lima orang keluar dari kendaraan, kemudian langsung masuk ke Gedung Kejati NTB.

Sekitar pukul 13.00 WITA, mereka terlihat sibuk keluar masuk secara bergiliran. Ada sejumlah di antaranya terlihat membawa berkas. Aktivitas demikian terpantau hingga pukul 16.00 WITA.

Saat ditemui wartawan dan dimintai keterangan perihal kegiatan tersebut, tak satu pun dari mereka yang memberikan komentar. Mereka memilih diam dan bergegas masuk ke dalam kendaraan meninggalkan gedung Kejati NTB.

Dalam penyidikan kasus ini, pihak kejaksaan belum menentukan tersangka. Kasus ini masih berkutat pada rangkaian pemeriksaan saksi maupun pengumpulan alat bukti.

Kasus ini sebelumnya berada di bawah kendali Kejaksaan Negeri Lombok Timur. Kejati NTB mengambil alih penanganan kasus ini pada tahun 2021.

Menurut informasi, direktur jenderal dari salah satu kementerian melakukan kunjungan ke Kabupaten Lombok Timur pada bulan Agustus 2020.

Dalam kunjungannya, pejabat negara tersebut bertemu dengan para petani dan memberi informasi perihal adanya program bantuan KUR melalui sarana perbankan.

Dari informasi tersebut, terhimpun 622 petani dari lima desa di Lombok Timur bagian selatan yang mendapat usulan masuk sebagai penerima dana KUR.

Mereka yang menerima usulan berasal dari kalangan petani jagung. Setiap petani dijanjikan pinjaman tunai Rp15 juta untuk luas lahan per hektare.

Dari 662 petani, terhimpun luas lahan yang masuk dalam pendanaan tersebut mencapai 1.582 hektare.

Berlanjut pada kalangan petani tembakau. Tercatat ada 460 orang yang terhimpun dalam data usulan penerima bantuan. Dalam janjinya, setiap petani mendapat dana dari KUR dengan besaran Rp30 juta hingga Rp50 juta.

Dengan pendataan demikian, para petani yang terdaftar dalam data usulan penerima KUR wajib menjalani proses administrasi pinjaman. Sejumlah berkas ditandatangani.

Dalam proses tersebut, terlibat peran pihak ketiga, yaitu CV ABB serta HKTI NTB. Mereka berperan sebagai mitra pemerintah dalam pendataan petani dan pengelolaan dana KUR.

Untuk keperluan administrasi petani jagung, mereka menjalankan pengajuan dana KUR dengan Salah satu Bank Pemerintah Cabang Mataram. Sementara itu, petani tembakau melalui bank yang sama dari Cabang Praya.

Perihal keberadaan CV ABB sebagai pihak ketiga ada dugaan kuat mendapat penunjukan langsung dari kementerian. Begitu juga dengan keterlibatan HKTI NTB.

Persoalan dalam kasus ini pun mencuat ketika sejumlah petani mengajukan pinjaman ke BRI. Pengajuan tidak dapat diproses karena masalah tunggakan KUR yang sedang berjalan di bank pelat merah itu.

Tunggakan mereka pun beragam, mulai dari Rp15 juta hingga Rp45 juta. Nilainya bergantung pada kepemilikan luas lahan. Namun, sampai saat ini terungkap bahwa para petani mengaku belum pernah menerima dana kredit tersebut.