Penambahan 3 Provinsi di Papua Demi Pelayanan Mendekat ke Warga, Wapres: Pimpinan Kita Utamakan Orang Asli Papua
Jembatan Youtefa menjadi salah satu infrastruktur penghubung wilayah dari luasnya Provinsi Papua. (dok Kemen PUPR)

Bagikan:

JAKARTA - DPR dan pemerintah sepakat bakal menerbitkan tiga undang-undang pembentukan provinsi baru di Papua. Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin bilang pemekaran Papua untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat.

"Pemekaran adalah salah satu upaya untuk memberikan pelayanan lebih dekat kepada masyarakat, artinya kalau dibagi wilayahnya jadi pelayanan-nya, koordinasi lebih dekat dengan masyarakat," kata Wapres di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis 30 Juni.

Penambahan tiga provinsi di Papua disepakati DPR dan pemerintah dalam Rapat Paripurna DPR ke-26 masa sidang V Tahun Sidang 2021-2022 pada hari ini Kamis 30 Juni.

Rencana yang masih berbentuk Rancangan Undang-Undang itu terdiri dari RUU tentang Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Provinsi Papua Pegunungan.

"Ini tujuannya untuk lebih mudah melayani masyarakat dalam rangka menyejahterakan. Kalau pelayanan-nya terlalu jauh dalam satu provinsi, itu pelayanan-nya kurang optimal," tutur Wapres.

Berdasarkan laporan Antara, pemekaran provinsi di Papua sesuai dengan amanat dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua. Utamanya Pasal 76 yang terdiri dari lima ayat.

Adapun kelima aya tersebut adalah pemekaran harus memerhatikan aspek politik, administratif, hukum, kesatuan, sosial-budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, dan kemampuan ekonomi.

"Kita berkomitmen mereka yang akan jadi pimpinan memang kita utamakan orang asli Papua. Karena itu DPR sudah melakukan berbagai penjajakan, RDP (Rapat Dengar Pendapat), telah melakukan berbagai penjajakan di beberapa daerah di Papua bahkan gubernur sendiri sudah menyetujui penyusunannya," ujarnya.

Namun, sejumlah pihak mengkritik kebijakan tersebut termasuk Majelis Rakyat Papua (MRP) yang menyampaikan, pembentukan tiga daerah otonom baru (DOB) di Papua tidak sesuai keinginan rakyat.

"Bahwa masih ada 1-2 pihak saya kira tidak mayoritas, tidak mencerminkan mayoritas, bahwa ada iya, tapi menurut hasil penelitian, mereka (rakyat Papua) mendukung adanya pemekaran karena mereka ingin lebih cepat terlayani. Upaya kita mereka terus akan melakukan sosialisasi, dialog, memberikan pemahaman yang lebih dalam lagi kepada mereka," tutur Wapres.

Ketua MRP Timotius Murib menyebutkan perubahan UU Otsus 2001 tidak melibatkan partisipasi masyarakat Papua.

Jika dalam UU No. 21/2001 tentang Otsus Papua pemekaran daerah di Papua harus atas persetujuan MRP dan DPR Papua (DPRP), dalam UU No. 2/2021 ada ayat tambahan yang membuat mekanisme persetujuan itu jadi tidak wajib dan pemekaran bisa dilakukan atas inisiatif pemerintah pusat dan DPR.

Keberatan lain adalah karena tiga provinsi yang baru, yaitu Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan, tidak memedulikan susunan masyarakat adat berdasarkan wilayah. Justru pemisahan ini bisa menimbulkan konflik seperti yang sedang terjadi di Nabire dan beberapa lokasi lain.

Penamaan tiga calon provinsi baru di Papua diusulkan dan disesuaikan dengan wilayah adat. Provinsi Papua Selatan akan diberi nama Anim Ha dengan ibu kota Merauke dan lingkup wilayah Kabupaten Merauke, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, serta Kabupaten Boven Digoel.

Kemudian Provinsi Papua Tengah bakal dinamakan Meepago dengan ibu kota Timika dan lingkup wilayah Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Deyiai, Kabupaten Intan Jaya, serta Kabupaten Puncak.

Sementara Provinsi Papua Pegunungan Tengah akan diberi nama Lapago dengan ibu kota Wamena dan lingkup wilayah Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Nduga, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Yahukimo, serta Kabupaten Yalimo.