Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga PT Summarecon Agung menggunakan perusahaan lain yaitu, PT Java Orient Property saat mengurus izin mendirikan bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton di Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta.

Dugaan ini didalami dengan memeriksa empat orang saksi untuk melengkapi berkas para tersangka, termasuk mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti pada Selasa, 28 Juni. Mereka yang diperiksa di antaranya Kepala BPKAD Kota Yogyakarta Wasesa.

"Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan proses usulan IMB apartemen dari PT SA Tbk melalui PT JOP ke Pemkot Yogyakarta," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 29 Juni.

Selain Wasesa, ada saksi lain yang diperiksa. Mereka adalah Koordinator Penanaman Modal Dinas PMPTSP, Wiwin Giri Doriawani; Koordinator PTSP pada Dinas PMPTSP, Nitya Raharjanta; dan staf pengamanan PT Java Orient Property, S Haryo Dewantoro.

Tak hanya itu, penyidik suka mendalami kepemilikan tanah yang digunakan untuk membangun apartemen. Ali mengatakan pendalaman dengan memeriksa seorang Ketua RW bernama Andreas AB Prasetyo sebagai saksi.

"(Saksi, red) hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dugaan adanya penggunaan kepemilikan tanah dari warga untuk pengajuan IMB apartemen oleh PT SA Tbk melalui PT JOP," ungkapnya.

Haryadi Suyuti bersama tiga orang lain yang turut ditetapkan jadi tersangka dalam kasus suap izin mendirikan bangunan. Mereka adalah Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidhihartana; sekretaris pribadi merangkap ajudan Hariyadi, Triyanto Budi Yuwono; dan Vice Presiden Real Estate PT Summarecon Agung Tbk, Oon Nusihono.

Dalam kasus ini, Haryadi yang baru purna tugas pada Mei lalu diduga menerima uang pelicin terkait penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedaton di kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta. Padahal, bangunan ini tak memenuhi beberapa persyaratan dari hasil penelitian dan kajian yang dilakukan Dinas PUPR.

Ketidaksesuaian itu, di antaranya berkaitan dengan tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari luas jalanan. Untuk melicinkan perizinan, Oon diduga memberikan uang pada Haryadi melalui Triyanto serta Nurwidhihartana hingga Rp50 juta.

Kemudian, saat IMB akhirnya diterbitkan, Oon datang ke Yogyakarta untuk bertemu Haryadi di rumah dinasnya. Saat itu, dia menyerahkan uang sejumlah 27.258 dolar Amerika Serikat dalam sebuah tas kertas atau goodie bag berwarna cokelat.

Uang ini yang kemudian disita oleh penyidik sebagai bukti dalam operasi senyap yang menjerat Hariyadi.

Selain itu, Haryadi juga diduga menerima uang dari proses penerbitan izin pembangunan di Kota Yogyakarta. Hanya saja, belum diketahui pasti berapa jumlahnya karena pendalaman akan terus dilakukan oleh penyidik KPK.