Ditemukan 3 Sapi Suspek PMK di Jakarta Utara
ILUSTRASI DOK ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Suku Dinas Ketahanana Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) Jakarta Utara Unang Rustanto menyebut pihaknya menemukan tiga sapi yang memiliki gejala atau suspek penyakit mulut dan kuku (PMK).

Unang menuturkan, sapi ini belum terkonfirmasi mengidap PMK. Sebab, saat ini sampel darah ketiga sapi ini masih dalam proses uji laboratorium.

"Hasil monitoring anak-anak ditemukan ada 3 ekor dengan gejala klinis PMK, itu ada lesi pada gusinya, nostril (lubang hidung), dan luka pada kaki," kata Unang saat dihubungi, Jumat, 24 Juni.

Tiga sapi yang dinyatakan suspek PMK ini sebelumnya dikirim dari Bima, Nusa Tenggara Barat. Sapi tersebut ditemukan memiliki gejala saat sudah dibawa ke tempat penampungan di Kecamatan Koja.

Saat ini, Unang menuturkan sapi-sapi tersebut dilakukan karantina selama 14 hari, dan dilakukan pengamatan pada kondisi kesehatannya. Sapi tersebut ditempatkan secara terpisah dengan sapi lainnya.

"Kita lakukan karantina dengan durasi 14 hari. SOP-nya kan harus dikarantina. Kemudian kita kasih vitamin sama tindakan pengobatan, lah," tutur dia.

Terkait wabah PMK, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan sejumlah arahan terhadap jajarannya.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto memaparkan sejumlah arahan Presiden Joko Widodo untuk mencegah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) meluas di Indonesia.

Salah satunya adalah memerintahkan penguncian wilayah atau lockdown untuk wilayah yang berstatus zona merah PMK bagi provinsi yang kecamatannya sudah terinfeksi lebih dari 50 persen.

Target dari kebijakan tersebut agar tidak lagi bertambah daerah merah terkait PMK. "Ini tidak boleh ada pergerakan hewan dari satu titik ke titik lain. jadi semuanya di-lockdown," kata Suharyanto.

Pemerintah juga membentuk Satuan Tugas (Satgas) Penanganan PMK. Satgas PMK terintegrasi baik dari unsur Kementerian Pertanian, Kementerian Dalam Negeri, Kemenko Perekonomian, BNPB, serta unsur TNI dan Polri.

"Satuan tugas juga akan mendukung pengembangan terapi alternatif pendukung seperti plasma konvalesen. Ini menjadi bahan diskusi, karena anti-virus yang belum ditemukan," ucap Suharyanto.