JAKARTA - Anggota DPR Deddy Yevri Sitorus mempertanyakan alasan di balik rencana menaikkan harga tiket naik ke Candi Borobudur menjadi Rp750 ribu untuk turis lokal dan USD 100 untuk turis asing.
"Bagi saya tidak masuk akal kalau alasannya adalah konservasi, lebih cenderung komersialisasi," kata Deddy melalui keterangannya, Senin 6 Juni dikutip dari Antara.
Bila niatnya membatasi jumlah pengunjung yang boleh naik ke Candi Borobudur tetap di angka 1.200 orang, tak harus dengan menaikkan harga tiket. Bisa dilakukan dengan pemesanan atau siapa duluan yang datang melalui aplikasi.
"Akan lebih baik jika dikombinasikan antara yang datang lebih dulu dengan yang mendaftar lebih dulu melalui aplikasi, agar ada keadilan antara yang punya akses ke aplikasi dengan yang tidak," papar anggota Komisi VI DPR ini.
Menaikkan harga tiket naik ke Candi Borobudur terkesan lebih ke arah komersialisasi dari pada konservasi. Baginya, kebijakan demikian tidak berpihak, karena pembeda untuk orang yang boleh berwisata ke situs warisan dunia itu adalah antara yang kaya dengan yang miskin.
"Orang miskin tidak akan mampu bayar harga tiket setinggi itu, apalagi bila datang dengan keluarga. Harga tiket itu bisa lebih besar dari UMR buruh bila berkunjung dengan keluarga. Lalu apakah orang miskin tidak berhak untuk naik dan menikmati Candi Borobudur?” tanya Deddy.
Dia mengaku heran karena kalau memakai prinsip konservasi yang dipakai, seharusnya yang dibatasi jumlah orangnya saja, dan bukan menaikkan harga tiketnya. Harga yang disebutkan Menko Marinves Luhut B Pandjaitan itu juga jauh lebih besar dari situs bersejarah serupa di berbagai negara.
Deddy mengaku sudah melakukan riset harga tiket masuk ke situs Accropolis bersama 5 situs lainnya Yunani. Dimana harga total tiketnya hanya €30 atau sekitar Rp464.000.
Demikian pula dengan situs warisan dunia yang ada di Italia dimana tiket masuk ke 3 situs utama yaitu Collosseum, Forum dan Palatio seharga €18 atau sekitar Rp278.000 saja.
Tidak jauh berbeda dengan situs terkenal lain di dunia yaitu Piramida Giza di Mesir dan Taj Mahal di India yang tiket masuknya hanya sebesar $25 - $30 atau sekitar Rp360.000 - Rp433.000, yang sudah termasuk paket pemandu atau layanan foto.
"Sementara tiket masuk Rp750.000 yang disampaikan itu hanya untuk naik ke atas Candi Borobudur. Ini siksaan dan ketidakadilan bagi rakyat kecil dan berpotensi memberikan berdampak negatif terhadap jumlah pengunjung ke Borobudur. Dampaknya nanti justru rakyat sekitar kawasan Candi Borobudur akan kehilangan pendapatan yang signifikan," tambahnya.
BACA JUGA:
Deddy berharap agar kebijakan tersebut dibatalkan karena terlalu berbau komersialisasi, tidak berkeadilan dan berpotensi menimbulkan polemik di tengah masyarakat.
"Bahkan bila nanti diubah menjadi BLU pun, kebijakan harga itu sangat tidak pantas," katanya.
Legislator dari Dapil Kalimantan Utara ini menambahkan, cagar atau situs sejarah seperti Borobudur sudah dilindungi oleh UU No.11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Dengan demikian bila yang dijadikan alasan pemberlakuan harga fantastis itu untuk membatasi jumlah pengunjung dan melindungi Candi Borobudur tidak masuk akal.
"Menurut saya tidak masuk akal. Karena tanpa dipatok harga pun UU Cagar Budaya itupun sudah lebih dari cukup untuk menjadi acuan perlindungan Candi Borobudur. Jadi kesimpulan saya, kebijakan itu murni berbau komersialisasi," tutup Deddy.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pihaknya membuka peluang mengkaji kembali tarif Rp750 ribu bagi wisatawan domestik untuk naik hingga ke area stupa Candi Borobudur, Magelang, Jateng.
Luhut mengatakan dirinya menyadari kekhawatiran dan masukan yang muncul dari masyarakat mengenai tarif untuk turis lokal yang dianggap terlalu tinggi.
"Saya mendengar banyak sekali masukan masyarakat hari ini terkait dengan wacana kenaikan tarif untuk turis lokal. Karena itu, nanti saya akan minta pihak-pihak terkait untuk segera mengkaji lagi supaya tarif itu bisa diturunkan. Saya sampaikan terima kasih kepada semuanya atas perhatian yang begitu besar kepada warisan budaya kebanggaan kita semua ini," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (5/6).
Luhut mengatakan bahwa rencana tarif yang muncul saat ini belum final, karena masih akan dibahas dan diputuskan oleh Presiden pada minggu depan.