Presiden Jokowi: Abad Sekarang Ini Adalah Abad Asia, Asia untuk Dunia
Presiden Jokowi/DOK BPMI Setpres

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengatakan saat ini merupakan abad Asia di mana eksistensi negara-negara di Asia bukan hanya berkontribusi bagi Asia semata melainkan bagi dunia.

"Kita meyakini bahwa abad sekarang ini adalah abad Asia. Asia bukan hanya untuk Asia, tapi Asia untuk dunia, apalagi di tengah dunia yang sedang terbelah," ujar Presiden dalam sambutannya secara daring pada acara The Future of Asia Conference dikutip Antara, Jumat, 27 Mei.

Presiden mengatakan Kawasan Asia perlu terus berperan sebagai katalisator dan mesin bagi stabilitas, perdamaian, dan kemakmuran global.

Menurut Jokowi, banyak tantangan global yang dihadapi. Upaya pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19 masih belum merata, selain itu ancaman gelombang varian baru COVID-19 masih harus diantisipasi.

"Semua ini semakin diperparah kembali oleh terjadinya konflik Rusia-Ukraina yang membawa babak baru dalam konstelasi geopolitis," papar Presiden.

Jokowi mengatakan politik global mengalami peningkatan ketegangan, rantai pasok perdagangan dunia terganggu, terjadi kelangkaan, kenaikan harga barang, dan kemunduran ekonomi global tidak terhindarkan.

Selain itu pertumbuhan GDP global mengalami penurunan dari 3,8 persen menjadi 2,6 persen pada tahun 2022.

"Setidaknya 38 negara berpenghasilan rendah telah mencapai status berisiko tinggi untuk beban utang luar negeri mereka. Pencapaian SDG's semakin tertunda dan 150 juta penduduk dunia kembali terjerumus ke dalam kemiskinan ekstrem, dan lebih dari 160 juta orang di dunia kembali kelaparan," ujar Presiden.

Jokowi menyampaikan meski ekonomi Asia melambung 6,9 persen tahun lalu, pemulihan ekonomi belum terjadi pada kawasan yang luas.

Menurut Presiden Jokowi, Asian Development Bank (ADB) telah memperkirakan GDP Asia akan meningkat menjadi 5,2 persen pada 2022 dan menjadi 5,3 persen pada 2023 dengan kenaikan inflasi 3,7 persen tahun ini dan 3,1 persen pada tahun 2023.

Sementara di kawasan Asean, angka kemiskinan mencapai 4,7 juta jiwa dan lebih dari 9,3 juta jiwa kehilangan pekerjaan.

"Oleh karena itu, kita harus melakukan percepatan pemulihan ekonomi. Perlu investasi di sektor kesehatan nasional. Perlu investasi SDM guna meningkatkan produktivitas dan daya saing. Perlu penguatan fundamental makro ekonomi dan memanfaatkan peluang ekonomi hijau," jelasnya.

Presiden Jokowi menekankan Indonesia akan terus mendukung upaya pemulihan pascapandemi melalui penguatan kerja sama ekonomi di tingkat bilateral, kerja sama dalam kerangka Asean, serta memanfaatkan momentum Presidensi G20 Indonesia sebagai katalisator pemulihan ekonomi global.