Bagikan:

JAKARTA - Polri enggan menanggapi pernyataan Irjen Napoleon Bonaparte yang menyebut bakal 'membuka' perkara dugaan suap penghapuan red notice Joko Tjandra dalam persidangan. Tapi Polri mempersilakan jika pernyataan Napoleon direalisasikan di sidang.

"Kami tidak perlu menanggapi hal tersebut. Silakan saja (buka-bukaan), karena sudah dilimpahkan ke JPU, semua kewenangan di JPU," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono kepada wartawan, Senin, 19 Oktober.

Awi menyebut Polri mempersilakan bila Irjen Napoleon bakal membuka fakta yang terjadi dalam persidangan. Dari situ kata Awi perkara bisa akan lebih jelas.

"Mau buka-bukaan di pengadilan nggak apa-apa, malah bagus lebih terang benderang," kata Awi.

Irjen Napoleon sebelumnya menyatakan siap menghadapi perkara yang menjeratnya. Bahkan, dia mengklaim akan buka-bukaan dalam persidangan nanti.

Pernyataan itu diucapkan Napoleon ketika penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri melakukan pelimpahan tahap 2 ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, pada Jumat, 16 Oktober. 

"Ada waktunya, ada tanggal mainnya, kita buka semuanya nanti," kata Napoleon.

Dalam kasus dugaan suap penghapusan red notice, penyidik telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka berperan sebagai penerima dan pemberi. 

Untuk Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetyo Utomo ditetapkan sebagai tersangka karena diduga sebagai penerima suap penghapusan red notice.

Keduanya dijerat dengan Pasal 5 Ayat 2, Pasal 11 dan Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2020 tantang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 KUHP.

Sementara Tommy Sumardi dan Djoko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan sebagai pemberi suap. Keduanya dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1, Pasal 13 Undang-Undang 20 Tahun 2020 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juncto Pasal 55 KUHP.

Dalam perkara suap tersebut, penyidik menyita uang senilai 20 ribu dolar AS, handphone termasuk CCTV sebagai barang bukti.