JPU Terima Pelimpahan Tersangka Korupsi Asrama Haji Lombok
FOTO VIA ANTARA

Bagikan:

MATARAM - Jaksa penuntut umum (JPU) menerima pelimpahan berkas beserta salah seorang dari tiga tersangka kasus korupsi Proyek Rehabilitasi Gedung Asrama Haji Embarkasi Lombok, Nusa Tenggara Barat.

"Iya, agenda hari ini kami terima pelimpahan untuk satu orang tersangka atas nama Abdurrazak Al Fakhir," kata Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Mataram Heru Sandika Triyana dikutip Antara, Selasa, 24 Mei.

Tindak lanjut dari pelimpahan tersebut, kini JPU mengembalikan Abdurrazak Al Fakhir ke dalam tahanan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Mataram di Kuripan, Kabupaten Lombok Barat.

"Karena masa pidana yang bersangkutan pada perkara sebelumnya belum selesai, maka kami tidak melakukan penahanan melainkan yang bersangkutan kini statusnya masih narapidana di lapas," ujarnya.

Mantan Kepala UPT Asrama Haji Embarkasi Lombok itu sebelumnya terjerat dalam perkara korupsi dana PNBP asrama haji.

Abdurrazak menjalani hukuman pidana penjara selama satu tahun dan dua bulan sesuai dengan vonis Pengadilan Negeri Tipikor Mataram.

Dalam putusan tersebut, hakim turut menjatuhkan pidana denda Rp50 juta subsider dua bulan kurungan dan membebankan untuk mengganti kerugian negara sesuai dengan hasil pemeriksaan BPKP NTB sebesar Rp484,26 juta subsider enam bulan kurungan.

Vonis mengganti kerugian negara itu dibebankan bersama terpidana lainnya, mantan bendahara Iffan Jaya Kusuma.

Namun Abdurrazak diketahui telah menitipkan uang sebesar Rp288,314 juta kepada JPU. Hakim memutuskan agar uang tersebut dirampas untuk dijadikan sebagai pengganti kerugian negara.

Meskipun kini masih terhitung menjalani masa pidana pada perkara lama, namun Heru meyakinkan bahwa JPU akan tetap melanjutkan proses penuntutan Abdurrazak di persidangan.

"Kami siapkan segera berkas dakwaan untuk segera disidangkan," kata Heru.

Kemudian untuk dua tersangka lainnya yang berasal dari pihak rekanan yang berperan sebagai Direktur CV Kerta Agung berinisial AW, dan WSB dari pihak wiraswasta, Heru memastikan bahwa pihaknya belum menerima kabar pelimpahan ataupun penahanan.

"Jadi agenda hari ini cuma satu orang saja, yang lain belum," ucapnya.

Dua tersangka lain terlibat dalam kasus ini sesuai dengan hasil gelar perkara penyidikan Tim Pidana Khusus Kejati NTB. Salah satu alat bukti yang menguatkan, adanya temuan kerugian negara senilai Rp2,65 miliar.

Nilai tersebut dikuatkan dengan hasil cek fisik penyidik bersama Tim Auditor Inspektorat NTB. Indikasi korupsi muncul dari kelebihan pembayaran atas kurangnya volume pekerjaan.

Dalam rincian, kerugian muncul dari rehabilitasi gedung di UPT asrama haji sebesar Rp 1,17 miliar; rehabilitasi gedung hotel Rp373,11 juta; rehabilitasi Gedung Mina Rp235,95 juta.

Kemudian rehabilitasi Gedung Safwa Rp242,92 juta; rehabilitasi Gedung Arofah Rp290,6 juta, dan rehabilitasi Gedung PIH sebesar Rp28,6 juta.

Inspektorat pernah memberi toleransi pemulihan kerugian negara, namun hal tersebut tak kunjung mendapat iktikad pengembalian sampai akhirnya permasalahan ini masuk ke meja Kejaksaan.