Ketua KPK Firli Bahuri Ingatkan Pentingnya Orkestrasi dalam Penanganan Perkara
Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) dalam rapat kerja Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK pada tahun 2022. ANTARA/HO-Humas KPK

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengingatkan pentingnya orkestrasi antarfungsi dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi.

Hal itu dikatakan Firli Bahuri dalam rapat kerja Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK pada tahun 2022, Senin, 23 Mei. Rapat yang diikuti oleh para penyelidik, penyidik, penuntut, serta seluruh pegawai di kedeputian tersebut pada tanggal 23—25 Mei 2022.

"KPK memiliki kewenangan untuk melaksanakan tugas dan fungsi penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga eksekusi putusan pengadilan dalam penanganan tindak pidana korupsi," kata Firli Bahuri dikutip Antara.

Bila penyelidikan, penyidikan, penuntutan bekerja secara orkestrasi, kata Ketua KPK, rasanya tidak ada hasil penyidikan yang mentah

Jika KPK kuat dalam merencanakan penyelidikannya, sudah berbincang dengan penyidik, dan juga sudah berbincang dengan jaksa penuntut umum, menurut dia, hasil akhirnya pasti dan bisa segera diputuskan ada tidaknya unsur tindak pidana korupsi dalam perkara tersebut.

Dalam rapat yang dimanfaatkan sebagai sarana evaluasi, koordinasi, serta konsolidasi internal itu, Firli juga berpesan kepada jajaran di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi untuk senantiasa berkoordinasi dengan instansi lain yang berwenang dalam pemberantasan korupsi.

"KPK juga intensif melakukan koordinasi dengan instansi lainnya, dalam konteks pelaksanaan tugas pencegahan maupun pendidikan atau yang sering disebut sebagai trisula pemberantasan korupsi," katanya.

Pertama, melalui upaya pencegahan, KPK mendorong kementerian, lembaga, pemerintah daerah, BUMN/BUMD, serta partai politik untuk memperbaiki sistem.

"Jika sistem tidak diperbaiki, celah atau peluang untuk melakukan korupsi tetap ada," ujar Firli.

Kedua, melalui penerapan strategi penindakan yang bertujuan tidak ada lagi orang melakukan korupsi karena jera.

"Jera bukan hanya karena ancaman hukumannya tinggi, melainkan juga karena dampak sosial dan ekonomi akibat perbuatan korupsi akan dirasakan keluarga dan kerabatnya sehingga orang menjadi takut melakukan korupsi," tuturnya.

Selanjutnya, adanya pelaksanaan tugas dan fungsi pelacakan aset, pengelolaan barang bukti, dan eksekusi (labuksi) pada rangkaian kegiatan penindakan tindak pidana korupsi untuk mengoptimalkan asset recovery sebagai pemasukan bagi kas keuangan negara.

Ketiga, melalui strategi edukasi atau pendidikan antikorupsi bagi masyarakat dengan membangun kesadaran dan pemahaman sehingga tercipta budaya antikorupsi.

Firli menyebut tiga strategi tersebut dijalankan secara simultan dan saling terintegrasi satu sama lain agar pemberantasan korupsi bisa berdaya guna bagi kesejahteraan masyarakat.

"Itulah sebabnya tiga konsep pendekatan ini kami kembangkan. Tidak ada yang dikedepankan, di tengah ataupun di belakang. Semua pendekatan ini dikerjakan secara bersama-sama," ucapnya.