Penyakit Mulut dan Kuku Hewan Belum Ditemukan di Provinsi Bengkulu
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bengkulu, Muhammad Syarkawi/Foto: Antara

Bagikan:

BENGKULU - Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bengkulu menyebutkan bahwa penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang hewan berkaki cabang karena virus hingga saat ini belum ditemukan di daerah itu.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bengkulu, Muhammad Syarkawi di Bengkulu, Kamis 12 Mei, mengatakan untuk di Provinsi Bengkulu belum ditemukan gejala PMK yang menyerang hewan ternak seperti sapi, kerbau, kambing, domba, babi dan hewan lainnya.

"Penyakit mulut dan kuku merupakan wabah penyakit yang masih baru dan terjadi di beberapa provinsi di Indonesia seperti Aceh, Lampung, Bangka Belitung dan lainnya," kata Syarkawi dikutip Antara.

Namun, PMK tidak menyerang hewan unggas seperti ayam, angsa, bebek dan kuda serta tidak berbahaya untuk manusia.

 Ia menjelaskan bahwa PMK merupakan penyakit infeksi virus yang bersifat akut dan sangat menular pada hewan berkuku genap/belah.

 Gejala hewan yang terserang PKM ditandai dengan adanya pembentukan vesikel/lepuh dan erosi di mulut, lidah, gusi, nostril, puting, dan di kulit sekitar kuku.

 Lanjut Syarkawi, pihaknya melalui petugas di Dinas Peternakan di tingkat kecamatan dan desa telah melakukan pemantauan kondisi hewan ternak di lapangan untuk mengetahui telah terjangkit PMK atau tidak.

 Sebab penyebaran virus PMK tersebut sangat cepat karena melalui udara, sehingga jika satu hewan di satu wilayah positif terjangkit PMK maka hewan lainnya tertular virus yang sama.

 Oleh karena itu, ia menghimbau kepada seluruh peternak di Provinsi Bengkulu untuk menjaga kondisi hewan ternak nya sebab virus mudah menyerang jika kondisi hewan ternak lemah.

 "Serta membatasi proses jual beli hewan atau daging hewan ternak agar berhati-hati sebab yang paling besar peluang penyebaran virus," ujarnya.

 Menurut Syarkawi, virus PMK menyebabkan timbulnya kerugian ekonomi yang besar bagi para peternak serta menurunnya hasil produksi dan menjadi hambatan dalam perdagangan hewan dan produknya.