Antisipasi Hepatitis Akut, Masyarakat Harus Perkuat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Ilustrasi (Foto: Antara)

Bagikan:

BANDA ACEH - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Aceh meminta masyarakat untuk aktif menjaga anaknya dengan memperkuat penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dalam mengantisipasi penularan hepatitis akut misterius.

“Peran kita menghadapi kondisi ini dengan memberi perlindungan maksimal khususnya kepada anak-anak agar terhindar dari tertularnya hepatitis misterius ini,” kata Ketua IDI Aceh Safrizal Rahman di Banda Aceh, dilansir Antara, Selasa, 10 Mei.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengumumkan kondisi penyakit hepatitis misterius di banyak negara, termasuk Indonesia. Kata dia, hepatitis terjadi begitu cepat dan dapat menyebabkan kematian.

“Di Indonesia sudah ada tiga kematian karena penyakit ini. Berbagai negara juga melaporkan peningkatan kasus, Inggris sudah mendeteksi lebih dari 140-an kasus, bahkan 10 dari kasus itu harus dilakukan transplantasi hati,” katanya.

Oleh karena itu, kata dia, penguatan PHBS sangat penting. Peran keluarga dan lingkungan sekolah perlu membiasakan anak untuk sering mencuci tangan, menghindari makan dengan piring, sendok dan gelas yang tidak terjamin kebersihan.

Kemudian, lanjut dia, perlu juga menghindari makan bersama bagi anak-anak di sekolah, menghindari bermain di playground, pusat keramaian anak, berenang di tempat yang ramai serta tidak memegang benda yang umumnya dipegang orang ramai.

“Apabila anak mengalami demam ataupun kondisi lemah hingga terlihat kuning, segera bawa ke dokter untuk memastikan dan melakukan langkah cepat agar tidak berakibat fatal bagi mereka,” katanya.

Saat ini, dijelaskan Safrizal, penyakit ini masih terus diteliti. Ada dugaan penyebabnya ialah adenovirus.

Namun, kata dia, dapat dipastikan gejala yang dialami mereka yang tertular meliputi demam tinggi, gangguan saluran cerna, perubahan warna urine dan juga perubahan warna tinja menjadi lebih pucat, kulit dan sclera mata menjadi kuning (joundice).

“Penyakit ini paling banyak menyerang anak di bawah usia 5 tahun, dan disampaikan tidak ada hubungan dengan vaksinasi COVID-19,” katanya.