TANGERANG - Koordinator Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi (SPPI) di SDN Karawaci 5 Tangerang, Sri Palupi Handayani mengatakan pihaknya berencana akan mengadakan screening test di sekolahnya, SDN Karawaci 5 Kota Tangerang pada 12 Mei mendatang.
Serangkaian kegiatan ini adalah lanjutan dari acara seminar Pendidikan Inklusif yang pernah diadakan bersama Dyslexia Genius Malaysia (DGM) pada pekan lalu. Berawal dari kunjungan persahabatan yang dilakukan oleh Dyslexia Genius Malaysia (DGM) dengan SDN Karawaci 5 Kota Tangerang sebagai ungkapan terima kasih karena sekolah telah ikut berpartisipasi pada pelaksanaan Lomba
"ASEAN Art Competition" yang diadakan pihak DGM secara virtual pertengahan bulan lalu. Sehingga, berlanjut dengan rencana pihak Dyslexia Genius Malaysia yang ingin memfasilitasi SDN Karawaci 5 untuk melakukan tes awal (screening test) dalam upaya pendeteksian dini untuk mengetahui siapa saja siswa yang terindikasi disleksia.
“Insya Allah habis lebaran akan dilakukan Screening Test di SDN Karawaci 5 (Kota Tangerang) oleh Dyslexia Genius Malaysia. Harapannya screening test ini berguna bagi para pendidik di sekolah kami untuk mengetahui porsentase siswa yang terindikasi disleksia, sehingga memiliki respon yang tepat bagi seluruh siswa tersebut. Sehingga kegiatan ini dapat dijadikan sebagai pilot project bagi sekolah-sekolah lain yang memiliki kelas Inklusi di Kota Tangerang,” kata Sri saat dihubungi, Senin, 25 April.
BACA JUGA:
“Ini merupakan tahap awal/ tes awal. Nanti, jika hasilnya ada yang terindikasi disleksia, barulah dilakukan Assessment lanjutan,” sambung Sri.
Dalam kesempatan itu, Sri juga menjelaskan bahwa Disleksia merupakan suatu gangguan di mana seseorang mengalami kesulitan membaca, menulis, dan mengeja. Disleksia umumnya terjadi pada anak-anak, dan dapat menyerang anak dengan kemampuan intelegensi lebih dari rata-rata.
Siswa yang menderita disleksia, secara fisik sama dengan siswa normal pada umumnya. Mereka biasanya memiliki gangguan dalam proses belajar yang ditandai dengan kesulitan membaca, menulis, atau mengeja.
Namun, karena mereka biasanya memiliki kemampuan intelegensi lebih dari rata-rata inilah yang jika ditangani secara tepat dapat menjadi aset sumber daya manusia yang potensial.
Ketika ditemukan adanya siswa terdeteksi disleksia, harapannya murid tersebut dapat diberikan penanganan yang tepat dan sesuai.
“Biasanya kita menganggap siswa yang tidak pintar (bodoh) karena tidak bisa membaca, tidak bisa menulis. Biasanya mulai terlihat di kelas antara 1-3 karena mungkin sesungguhnya mereka mengalami gangguan disleksia tersebut, dan seharusnya dilakukan suatu penanganan yang sesuai. Mungkin karena memang selama ini kita tidak mengetahui adanya kelainan disleksia yang dialami siswa tersebut, sehingga penanganan kita kurang tepat dan akurat. Harapannya dengan tes awal ini anak-anak disleksia dapat cepat terbantu, bisa jadi murid tersebut malah memiliki potensi yang luar biasa karena secara IQ mereka di atas rata-rata,” urai Sri.
Dalam proses pelaksanaannya, Sri mengatakan bahwa pihaknya bekerja sama dengan Dyslexia Genius Malaysia khususnya Pakar Disleksia Malaysia yaitu Encik Jaldeen Ali dengan memperkenalkan program SPTBiD yang telah di terapkan selama lebih dari 23 tahun di negara Malaysia.
“Untuk bagaimana metode atau model pembelajaran program tersebut saya belum tahu, saya hanya membantu mendata siswa untuk melakukan screening test disleksia saja,” tandasnya.
Sementara itu, menurut Direktur Program Dyslexia Genius Malaysia, Puan Bulan Ayu mengungkapkan tujuan dari kedatangannya ke Indonesia, khususnya Kota Tangerang adalah untuk memperkenalkan program SPTBiD yaitu program pengajaran kepada murid dengan disleksia, yang telah sukses diterapkan pada sekolah-sekolah umum di Malaysia.
"Kedatangan kami ke sini adalah untuk mengenalkan program SPTBiD pembelajaran bagi murid disleksia. Khususnya agar digunakan di kelas-kelas inklusif. Sehingga, anak-anak dengan disleksia dapat belajar di sekolah-sekolah biasa," ungkapnya.